nikmatnya Meiki Desi

Ini adalah pengalaman pertama saya melakukan hubungan seksual. Kebetulan pula wanita itu juga baru pertama kali melakukannya. Dia adalah pacar saya. Sebutlah namanya Desi. Memang dia sudah beberapa kali saya ajak ke rumah saya. Tapi setiap kali ke rumah, kami hanya sekedar tiduran dan paling jauh cuma ciuman saja. Ceritanya bermula ketika untuk kesekian kalinya dia saya ajak main ke rumah. Awalnya seperti biasanya kami cuma cium-ciuman saja. Cium pipi, cium bibir, hal biasa kami lakukan. Entah setan apa yang lewat di benak kami. Tangan kami mulai berani meraba-raba bagian lain, sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh dua insan yang belum menikah. Ketika tangan saya meraba payudaranya (kami masih berpakaian lengkap), dia sama sekali tidak menolak. Ini membuat saya sedikit lebih berani untuk meremas payudaranya sedikit lebih keras. Ternyata dia menikmatinya. Saya mencoba untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kali ini tangan saya perlahan-lahan saya arahkan ke bagian selangkangannya. Dia masih tidak menolak. Saat itu dia memakai celana panjang dari kain yang tipis, jadi saya bisa merasakan lembutnya bibir kemaluannya. Tanpa saya sadari tangannya juga telah mengelus-elus selangkangan saya. Mungkin karena pikiran saya terlalu tegang, sampai-sampai saya kurang memperhatikannya. Kurang masuk akal memang. Tapi itulah yang terjadi. Kepasrahannya semakin melambungkan kekurangajaran saya. Tangan saya mulai menyelinap ke balik pakaiannya. Saya kembali meremas-remas payudaranya. Kali ini langsung menyentuh permukaan kulitnya. Saya lakukan sambil mencium lehernya dengan lembut. Suara desahan lembut mulai terdengar dari bibirnya, di saat saya menyelipkan tangan saya ke balik celana dalamnya. Ada sedikit rasa ragu ketika meraba bibir kemaluannya secara langsung. Saya kumpulkan segenap keberanian saya yang tersisa. Jari tengah saya, saya tekan sedikit demi sedikit dan perlahan ke belahan kemaluannya. Saat itulah dia tersentak dan menahan tangan saya. Dia menatap mata saya. "Jangan dimasukkan ya Mas", katanya. Saya hanya tersenyum dan mengangguk. Serta merta dia mencium bibir saya. Sementara jari saya masih mengelus-elus bibir kemaluannya. Lendir yang membasahi dinding vaginanya, mulai merembes hingga ke bibir kemaluannya. Saya mencoba memintanya untuk menyentuh dan memegang kemaluan saya. Ternyata dia tidak menolak. Terlihat jelas di raut mukanya, dia sedikit gugup ketika membuka rensleting celana saya. Dan seakan malu memandang wajah saya ketika dia mulai menggenggam kemaluan saya. Untuk mengurangi ketegangannya saya mencium bibirnya. Selama lebih dari setengah jam kami hanya berani melakukan itu-itu saja. Kemudian saya beranikan diri untuk mengajaknya menanggalkan semua pakaian. Dia terlihat ragu, dan hanya menunduk. Mungkin dia ingin menolak tapi takut membuat saya kecewa. "Kamu bener berani tanggung jawab", katanya lagi. Saya terdiam sejenak dan kemudian mengangguk. Padahal dalam hati, saya bertanya-tanya, benarkah saya mampu bertanggungjawab? Dia menanyakannya sekali lagi. Dan saya mengiyakannya untuk kedua kalinya. Diapun mulai melepaskan kancing bajunya. Ketika saya membantunya, dia menolak. "Biar Saya sendiri saja..., Kamu lepas bajumu.", sahutnya. Saya menurut saja. Dan tak lama kemudian, tak ada selembar benangpun pada tubuh kami. Telanjang bulat, walaupun dia masih menutupi payudaranya dengan tangan dan menyilangkan pahanya untuk menutupi kemaluannya. Saya memeluknya sambil berusaha menurunkan tangannya. Dia menurut, saat saya kembali meremas payudaranya dengan lembut. Kali ini tanpa diminta dia mau memegang kemaluan saya sambil mengelus-elusnya. Entah karena terangsang atau karena saya mengatakan mau bertanggung jawab tadi, dia menuntun tangan saya untuk mengelus selangkangannya. Agar dia tidak merasa malu, saya terus mencumbunya. Dia menikmatinya sambil menekan jari saya ke bibir kemaluannya, yang saya rasakan semakin basah oleh lendir. Dia kemudian merebahkan tubuhnya. Dan saya pun merebahkan tubuh saya di atas tubuhnya. Kami kembali bercumbu. Kali ini sedikit lebih liar. Suara desahan terdengar lebih nyaring daripada sebelumnya, ketika saya mencubit clitorisnya. Ketika saya sudah tidak tahan lagi, saya mencoba "minta ijin" padanya untuk berbuat lebih jauh. Dia mengangguk sambil sedikit meregangkan belahan pahanya. Setelah "mendapatkan ijin", saya mencoba memasukkan kemaluan saya ke liang vaginanya. Tapi sulitnya luar biasa. Berkali-kali saya coba, tetapi belahan itu seakan-akan direkatkan oleh lem yang kuat. Ujung kemaluan saya sampai sakit rasanya. Dan dia pun meringis kesakitan, sambil sesekali memekik kecil, "Aduh..., aduh". Saya sedikit tidak tega juga. Saya hentikan sejenak usaha saya itu, sambil kembali mengelus bibir kemaluannya, agar sakitnya sedikit berkurang. "Masih sakit?", tanya saya. "Udah nggak begitu sakit", jawabnya. Saya mencobanya lagi. Kali ini saya minta dia membuka bibir vaginanya lebih lebar. Tetapi masih susah juga. Padahal kata teman-teman saya yang sudah sering berhubungan seks, kalau sudah basah pasti gampang. Kenyataannya ujung kemaluan saya sampai sakit gara-gara saya paksa masuk. Saya hampir putus asa. Kemaluan saya mulai lemas lagi karena saya menjadi kurang konsentrasi. Tiba-tiba saya teringat bahwa saya pernah baca di majalah, ada jenis selaput dara yang sangat elastis dan relatif lebih tebal daripada yang normal. Kepercayaan diri saya mulai timbul lagi. Saya "mengusulkan" padanya, pakai jari saja dulu. Maksud saya supaya agak lebar lubangnya. Dia setuju saja. Walaupun saya sadar selaput dara itu justru akan robek karena jari saya, bukan karena kemaluan saya, cara itu tetap saya lakukan. Dari pada kami (terutama dia) kesakitan, lebih baik begini. Mulanya saya hanya menggunakan jari kelingking. Dia hanya mendesah sambil menggigit bibirnya. Kemudian saya lakukan dengan jari tengah, sambil menggerakkannya naik turun. Dia masih hanya mendesah. Kemudian saya masukkan jari tengah dan telunjuk ke liang vaginanya. Dia menjerit halus sambil menahan tangan saya agar tidak masuk lebih dalam. Setelah dia melepaskan tangannya baru saya lanjutkan lagi dengan sangat perlahan. Setelah yakin sudah cukup, saya mencoba kembali memasukkan kemaluan saya ke liang vaginanya. Saya menyibakkan bibir vaginanya, sementara dia mengarahkan kemaluan saya. Memang sedikit lebih mudah sekarang. Tapi tetap saja dia merintih kesakitan. Sayapun masih merasakan sakit. Kemaluan saya seperti diperas dengan sangat keras. Setiap kali merasakan sakit (dan mungkin perih), dia menahan "laju" masuknya kemaluan saya. Sayapun hanya berani melakukannya dengan gerakan perlahan. Hati saya benar-benar tidak tega melihatnya merintih kesakitan. Tapi pada akhirnya kemaluan saya bisa masuk seluruhnya. Saat pertama kali berhasil masuk, saya belum berani menariknya kembali. Kami hanya berciuman saja, supaya rasa sakit itu reda dahulu. Setelah itu baru saya berani menggerakkan pinggul saya maju mundur, tapi masih sangat pelan. Sementara tangannya tampak memegang erat ujung bantal, sambil terpejam dan mengigit bibirnya. Setelah beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini saya berada di bawah, sementara dia duduk di atas saya. Dia saya minta menggerakan pinggulnya naik turun. Dia hanya beberapa kali melakukannya. Dan berkata, "Aku nggak bisa", sambil berguling ke samping saya. Saya memeluknya dan mengelus rambutnya serta mencium keningnya. Kemudian kembali merapatkan tubuh saya ke atas tubuhnya. Saya memasukkan kembali kemaluan saya ke liang vaginanya. Kali ini gampang sekali. Di dorong sedikit langsung bisa masuk. Dan dia pun tidak lagi merintih kesakitan. Hanya mendesah halus. Saya kembali menggerakkan pinggul saya maju mundur. Saya coba lebih cepat. Rasanya licin sekali. Saya merasakan diantara kemaluan kami sangat basah oleh lendir bercampur keringat. Saya terus melakukannya sambil mencium bibirnya. Kali ini dia lebih erotis. Dia sangat suka menghisap-hisap lidah saya, yang sengaja saya julurkan ke dalam mulutnya. Sementara tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung dan pantat saya. Sesekali saya jilati puting susunya dengan lidah saya. Namun dia lebih suka kalau saya menghisap putingnya itu. Sebenarnya saat itu saya kurang berkonsentrasi. Pikiran saya masih terbagi. Saya masih berpikir agar tidak membuat dia kesakitan. Mungkin karena itu saya bisa bertahan agak lama. Kalau tidak mungkin saya sudah mengalami ejakulasi. Setelah cukup lama, tiba-tiba dia menyentakkan pinggulnya ke atas sambil menekan pantat saya. Saya tidak tahu apakah saat itu dia mengalami orgasme atau tidak. Tapi yang jelas dia menahan posisi itu cukup lama. Setelah itu dia bilang bahwa dia capek. Saya pun mengerti, dan walaupun belum mengalami ejakulasi, saya mengeluarkan kemaluan saya dari liang vaginanya, dan tidur telentang di sampingnya. Sekilas saya lihat, di bibir kemaluannya ada lendir putih yang ketika saya pegang terasa kental dan lengket, namun tidak kesat seperti halnya sperma. Sepertinya dia tahu kalau saya belum puas (yah namanya juga kurang konsentrasi). Dia duduk di sebelah saya sambil kemudian menggenggam kemaluan saya. Perlahan-lahan dia menggerakan tangannya naik turun. Saya sangat menikmati perlakuannya ini. Payudaranya kembali saya elus-elus. Sesekali saya permainkan putingnya dengan jari. Kali ini saya tidak bisa bertahan lama. Ketika gerakan tangannya semakin cepat, saya merasakan geli yang luar biasa di ujung kemaluan saya. Dan saya pun akhirnya mengalami ejakulasi. Dia menampung sperma saya dengan telapak tangannya. Kemudian membersihkan sisanya dengan tissue. Setelah mencuci tangan serta kemaluannya, dia kembali ke kamar dan mencium saya. Dia kemudian merebahkan kepalanya di dada saya. Sementara saya mengelus-elus rambutnya. Saat membenahi kamar sebelum mengantarnya pulang, pandangan saya tertuju pada bekas tissue yang sebagian juga digunakan untuk membersihkan sisa lendir kemaluannya. Terlihat bercak-bercak merah pada beberapa lembar tissue, tetapi tidak banyak. Saya memandangnya dan bertanya, "Masih berdarah nggak?". Dia menggeleng, dan menjawab, "Sudah nggak lagi, tadi sudah aku cuci". Setelah itu saya mengantar dia pulang. Kalau tidak salah waktu itu sudah sekitar jam sembilan malam. Saat perjalanan kembali pulang, saya berpikir. Dia sudah mengorbankan miliknya yang paling berharga kepada saya. Dia berkorban karena dia percaya pada saya. Belum pernah dalam hidup saya, ada orang yang begitu percayanya pada saya. Bahkan jauh melebihi kepercayaan orang tua saya, yang lebih sering memberikan uang belaka daripada sebuah kepercayaan yang tulus. Kepercayaan yang diberikannya adalah pemberian yang tak ternilai harganya. Saya berharap kebersamaan kami dapat terjalin selamanya.

Ngeseks..Dikost...(dengan sitaku..)

Sebut saja namaku randy,saat ini aku kuliah disebuah PTS,dikota gudeng, dikota ini aku kost,dikamar kost inilah tempat aku bermesum ria dengan sita, cewekku yg sekarang,aku dan dia pacaran sudah lumayan lama,sita memiliki body yg seksi, wajahnya juga oke,plus toket yg GD...Dia juga memiliki nafsu seks yg luar biasa.. Merem-melek aku dibuatnya...Aku punya pengalaman ngesek sama dia yg gak bisa aku lupain sampai skarang... Ceritanya gini...Malam itu hujan turun deras sekali,seperti biasa sita aku suruh nginep dikostku, karna udara dingin, aku dan sita bugil dibawah selimut sambil berpelukan... Sesekali aku mainin buah dada sita yg besar,"gelii..Sayang..."bisiknya... Saat tangan jailku plintir-plintir puting coklatnya... Sitapun langsung meremas pelan tititku...Yg udah lumayan ngaceng... "sayang aku pijitinnya..."aku langsung tengkurap... Sita mulai memijat tubuhku dari belakang, tangannya yang halus mulai meraba pundakku dan sesekali menciumnya... Aku rasakan nafasnya udah dibakar Birahi... "sayangg...Aku...Udah..."aku membalikkan badanku, karena aku tau sita udah kebelet pengen dientot... Sita langsung memijat dan meremas titit dan zakarku... "ooouggghhh...Ennak..."desahku... Sita mulai menjulurkan lidahnya dan menjilati tititku naik turun.. Dihisapnya tititku naik turun,"eenakk...Teeruss..Sayangg" sita juga mulai mengocok-ngocok tititku, membuat aku smakin merem melek... Setelah beberapa lama sita menghisap dan mengocok tititku... "Ougghhh...Saa..yyang..."crottt...Crottz z... Muncrat smua maniku dimulut sita..."asin sayang...manimu tp enak..." bisiknya.Kini giliranku ambil kendali...A ku buka lebar-lebar kakinya, aku kelurkan lidahku dan memulai menjilati memek sita yang sudah basah.. Aku gelitik kelentitnya dengan lidahku... "ooh...Ooo...hhh...Enakk..Sayang...gg"de sahnya sambil menjambak rambutku... Hujan diluar makin deras,jadi aku gak perlu kuatir desahan kami didengar orang lain... Udara yg tadinya dingin menjadi panas...Sita menggelinjang keenakan... Memeknya smakin basah oleh lendir dan ludahku.... "truss...Sayanggg...Enaakk...Oohh...Ena kkk..." desahannya smakin kuat,tititku juga udah ngaceng keras sekali... "sayanggg...Akk...Uuu..."suaranya terhenti.... Akhirnya Sita mencapai klimaks... Aku telan juga smua maninya... Kemudian aku masukkan tititku yang sudah ngaceng kelobang memeknya.... Bless...Terasa hangat tititku didalam.. "Ouhh..Ouhh...Enakk..Sayang" desah sita aku mulai menggoyangnya...Naik turun... Seperti orang push up..."Ouhhh...Aauugggh..." kami mendesah mendaki puncak kenikmatan.. Kemudian kami berguling... Dan kini posisi sita diatas...Ougggh.. Nikmat sekali..Sita mulai bergerak naik turun... Tititku serasa diurut urut memek sita..S sekali aku remas toketnya,aku isep-isep putingnya... "auggghh...truss...Sss...Enakkk..."kam i saling mendesah... Cukup lama sita berada diatas...Kemudian aku suruh... Sita nungging...Aku pengen ngentotin dia dr belakang... Aku goyang sita maju mundur...Memeknya semakin basah... "saaayang...Enakk..Kk..Truss..." Desahanya semakin kuat... aku juga semakin kuat menggoyangnya.... Setelah sekian lama mengentotnya... "sayang....Aa..Kuu...Mo keluaaar..."desahku, "aakuu..Juga..."desahnya...Cro ttzz..Crottzz.. Kami mencapai klimaks...Bersamaan...Aku cium bibirnya... Kami berpelukan...Hujan reda setelah subuh...Aku dan sita pun ngesek sampai subuh..

musibah berbuah selingkuh

Ini juga kisah kiriman dari Ayeng, thank�s Ayeng atas kiriman naskahnya. Email silakan pada nabirong_x@yahoo.com Ada sepasang suami istri muda dari keluarga mapan yang tinggal dikota Solo. Sang suami bernama Rio, berusia 26 tahun, seorang insiyur dan bekerja pada sebuah perusahaan jasa konstruksi. Cukup ganteng dan pengertian. Istrinya bernama Ratna Widyaningrum, usia 23 tahun juga seorang sarjana ekonomi , kerja di sebuah perusahaan jasa keuangan. Tingginya 163 cm berat 49 kg, kulit putih bersih dan ukuran bra34b, selalu berpakaian modis kekantor. Mereka belum memiliki anak karena baru menikah 1tahun ini. Di sela-sela kesibukan bekerja mereka untuk menghilangkan kejenuhan, mereka biasa menghabiskan akhir pekan dengan makan2 di sebuah resto yang terkenal. Kadang juga berlibur dan menginap menyewa villa di Tawangmangu. Itu dilakukan pasangan ini untuk lebih mendekatkan mereka yang sibuk setiap hari dan sekadar refresing bagi mereka. Saat itu mereka baru saja pulang makan malam, mencoba masakan sebuah resto yang di rekomendasikan oleh temannya Rio. Memang masakannya sangat khas dengan lauk pauk yang di sajikan dalam suasana pedesaan. Sabgat natural sekali. Mereka pun makan sangat lahap. Suasananya sangat romantis sekali bagi Rio dan Ratna. Tak terasa kantuk datang menjemput. �Ayoo mas��..kita pulang, udah ngantuk nih���..�ujar Ratna menguap. �Iya nih, beginilah klo makan enak sekali��.ngantukkk��..�tambah Rio seraya bangkit. �Ayo���.�ajak Rio mengulurkan tangannya, mengajak sang istri untuk bangkit. Ratna menggamit tangan suaminya sebagai pegangan, bangkit dalam tarikan lengan suaminya. Ups..! Hampir saja ia terjatuh seandainya Rio tak langsung menangkap pinggang sang istri. Tergelak mereka melangkah berbarengan menuju kasir. Setelah membayar, mereka melangkah berpelukan. Rio menggamit pinggang sang istri diiringi tatapan orang dekira mereka. Betapa tidak sang lelaki ganteng beriringan dengan wanita cantik langsing berkulit bersih. Melangkah menuju mobil mereka yang di parker di pojokan. Rio membukan pintu untuk sang istri, dan menutupkannya setelah Ratna duduk di dalamnya. Melangkah mengitari mobil menuju pintu yang satunya. Setelah mundur dan berputar mobil tersebut beranjak meninggalkan resto tersebut diiringi lambaian petugas parkir yang memandunya. Meluncur di jalanan kota Solo dalam kecepatan sedang. Tiba-tiba�. Ban mobil berdecit setelah terjadi benturan keras. Rio masih sempat menginjak rem. Dan mobil yang mereka kendarai berhenti dengan seketika. Tergopoh-gopoh pasangan muda itu keluar dari mobilnya, Kaget bercampur aduk dengan miris melihat sebuah sepeda motor telah berada di kolong mobil mereka. �Adduhh����������..!�terdengar keluhan lirih dari seseorang. Bergegas mereka berdua menuju arah suara. Terliaht seorang lelaki tengah terduduk di pinggir jalan sambil memegang lututnya, memandang dengan marah kearah mereka. �Ma..maaf�pak, saya tidak melihat bapak tadi��, ujar Rio. �Bapak apanya yang luka�..?�timpal Ratna. �Ga usah saya bisa berdiri sendiri�������..!seru orang tersebut dengan gusar. Terlihatt orang tersebut berseragam aparat. Polisi tepatnya. Dia bangkit dan melangkah ke hadapan Rio. Memaki-maki Rio dengan kata � kata yang kasar. Rio tidak melayaninya setelah tau berhadapan dengan siapa. Ia lebih memilih diam dan rela di persalahkan. Orang yang belakangan di ketahuinya bernama Sutiran dengan pangkat Briptu memintanya semua urusan di selesaikan malam itu juga. Tetapi mengingat malam telah larut Ria meminta diselesaikan besok hari saja dan dengan terpaksa menyerahkan surat-surat kendarannya sebagai jaminan. �Ok�besok saya tunggu anda di rumah, jangan sampai terlambat�..�ucap sang aparat tegas. �Baik..,baik pak besok saya akan ke rumah kita akan tanggung kerusakan sepeda motor bapak, bapak jangan kawatir..�ujar Rio. � Ya sudah�., jam 10 pagi ya jangan lupa���ulang Sutiran kembali mengingatkan. ********* Di temani Ratna sang istri. Mengenakan blose berleher rendah menonjolkan kemulusan kulitnya di padankan dengan jeans � menambah anggun penampilannya. Berkali kali Sutiran melirik ke arah Ratna yang tersenyum manis, mengagumi penampilan wanita cantik yang datang ke rumah kontrakannya di pinggir kota Tepat seperti janjinya, Rio telah berada di rumah Briptu Sutiran Lebih jelas sekarang usianya berkisar 50-tahunan. Berbadan tegap, berkulit gelap dengan penampilan yang garang. �Sebentar lagi ia akan pensiun� batin Rio. Setelah berbincang-bincang dan saling berargumentasi akhirnya di sepakatiu bahwa Rio akan mengganti sepeda motor sang aparat dengan jenis dan tahun yang sama. Setelah memberikan cek senilai yang disepakati pasangan muda tersebut itupun pamit di antar Briptu Sutiran menuju mobil mereka yang di parkir d ujung jalan. �Kalau ada masalah jangan segan-segan menghubungi saya pak��.�ujar Briptu Sutiran melambai saat mobil yang di kendarai pasangan muda itu beranjak pergi. Pasangan muda itu tak mengerti, bahwa sebenarnya keramahan Briptu tersebut hanya basa basi. Mereka tak mengetahui bahwa Briptu Sutiran mempunyai latar belakang yang tidak bagus. Baik sebagai polisi ataupun anggota masyarakat. Ia dikenal sebagai polisi yang sering turun pangkat karena indisipliner dan membuat malu kesatuannya. Seperti mabuk, judi dan juga suka merusak rumah tangga orang lain.Maka diusianya yang hampir pensiun keluarganya hancur akibat ulahnya. Dan iapun duda cerai� Dan kehidupan pasangan muda itupun mengalir seperti biasanya hingga� Suatu ketika sepulangnya dari kantor setelah mengalami lembur yang melelahkan, Ratna melangkah menuju parkiran mobilnya, tergesa gesa ia karena suasana telah sepi dan Satpampun telah berada di balik mejanya. �Pasti mereka tidur� pikir Ratna kesal. Sambil berjalan ia mencari-cari kunci mobil yang berada dalam tasnya. Ia berjalan sambil menunduk, matanya mancari-cari kunci yang tiba-tiba saja menjadi sulit di ketemukan. Begitu ketemu ia telah berada di samping pintu mobilnya. Dengan tergesa-gesa ia masukkan kunci tersebut ke lubangnya�. Tiba-tiba sebuah tangan telah menutup mulutnya diiringi bentakan. �Serahkan benda berharga ibu kalu mau selamat��.!�Ancam pelaku yang membungkam mulutnya. Ratna kaget dan ketakutan, tetapi syukurlah akal sehatnya masih berjalan normal. Demi keselamatan dirinya dengan cepat ia meloloskan perhisannya, jam tangannya dan langsung menyerahkan ke tangan pelaku tersebut. �Hapenya juga����..!� ucap si pelaku yang menggunakan penutup muka tersebut. Dan dengan berat hati Hp tersebut pun pindah tangan. Dan dengan cepat mereka kabur di telan kegelapan malam. Tinggallah Ratna terduduk diatas aspal sesengukkan. Setelah merasa tenang ia pun membuka pintu mobilnya, menstarter dan beranjak pergi. Di dalam mobil Ratna bersyukur dirinya selamat. Mobilpun bergerak da;am kecepatan sedang. Sesaat di sebelah kiri diliriknya terbaca tulisan yang menyatakan tempat tersebut adalah sebuah kantor polisi. Reflek ia mengarahkan mobilnya ke bangunan tersebut. Dan dengan tergesa-gesa ia melangkah masuk. Terlihat 2 orang petugas jaga sedang menonton TV,� �Malam pak,���sapa Ratna �Selamat malam bu�.., ada yang bisa kami bantu�..?�sahut mereka ramah. �Begini pak�����ucap Ratna kembali. Menerangkan bahwa ia telah mengalami penodongan di parkiran kantornya. Di ceritakannya semua sedetil-detilnya. Baik bagaimana kejadiannya dan ciri-ciri penodongnya dan kehilangan apa saja. �Eh�bu Ratna ada apa kemari�..?�terdengar suara berat yang pernah dikenalnya. Ratna memalingkan mukanya ke arah datangnya suara. Terkejut bercampur girang ia melihat siapa yang menghampirinya. Briptu Sutiran melangkah mendekati mereka. Dia menanyakan apa yang telah terjadi dan kedua orang petugas yang melayani Ratna menceritakan laporan wanita muda tersebut. �Begini saja bu�, ini laporan telah kami buat sesuai dengan penuturan ibu, sekarang silakan di tanda tangani dan nanti akan kami kabari begitu ada perkembangan��ujar Briptu Sutiran. �Sekarang lebih baik ibu pulang, kasihan suami ibu mungkin telah gelisah menunggu kepulangan ibu� tambah Briptu Sutiran simpatik. �Baik pak,tapi tolong ya pak, Hape itu sangat saya butuhkan�.�tutur Ratna memelas. �Akan kami usahakan secepatnya bu���������..�ucap Briptu Sutiran. Dan mobil Ratna punmeluncur kembali di jalanan kota Solo. Tak lama kemudian ia pun sampai di rumah. Rio langsung menghampirinya dengan wajah kesal. Telah berkali-kali ia menghubungi Hp Ratna tak pernah diangkat. Begitu Ratna menceritakan kejadiannya, wajah Rio berubah kaget, Dipeluknya istrinya, dalam penyesalan tak dapat mendampingi sang istri pada situasi yangberbahaya itu. Tak lupa Ratna juga menceritakan bahwa Briptu Sutiran akan membantunya. Rio pun akhirnya bersimpati pada polisi tersebut. ***************** Seminggu kemudian�. Dering telepon kantornya mengejutkan Ratna yang tengah terpuruk dalam angka-angka. �Ya�.�jawab Ratna pendek. �Ada Briptu Sutiran dari kepolisaian hendak bicara dengan ibu�..�terang suara renyah operator Ratna langsung teringat kejadian seminggu yang lalu, teringat pada kejadian yang hamper saja membahayakan dirinya. Teringat pada laporan yang telah dibuatnya di kepolisian. �Ya sambungkan��..�ucapnya cepat. �Bu saya Briptu Sutiran dari kepolisian, hendak menyampaikan kabar�.�terdengar suara ramah polisi yang sangat di kenalnya itu. �Bagaimana pak Sutiran���?�Tanya Ratna tak sabar. �Begini bu, penodongnya telah tertangkap, tetapi beberapa barang ibu tak dapat kami ketemukan, silakan ibu mampir ke kantor siang ini, saya tunggu��tutur polisi itu dengan tutur teratur. �Baik pak, jam 12 siang ini saya ke datang ke kantor�..� ucap Ratna terburu-buru. �Terima kasih sebelumnya pak���.�tambah Ratna tak lupa. Pas jam 12 saiang itu Ratna telah berada di kantor polisi sebagaimana disebutkan oleh Briptu Sutiran. Duduk menghadap meja Briptu Sutiran. �Selamat siang bu Ratna��..�sapa sosok yang keluar dari ruangan sebelahnya memegang sebuah bungkusan. �Selamat siang pak Sutiran�.�sahut Ratna tersenyum. Menmpakkan barisan teratur gigi putihnya. Memang siang itu Ratna mengenakan blouse ketat, menonjolkan kewanitaanya denga bahann yang tipis menerawangkan bra krem yang dikenakannya, di padankan dengan rok selutut dengan belahan yang cukup tinggi, menonjolkan keputihan batang pahanya. Tak luput paha tersebut menjadi persinggahan mata nakal sang petugas. �Betul ini barang milik ibu���?�Tanya Briptu Sutiran menyerahkan bungkusan tersebut ke hadapan Ratna. Denagan cepat Ratna membuka bungkusan tersebut, matanya terbelalak dengan senyum girang. �Betul pak..! Ini betul Hp saya�������ucapnya kegirangan. �Terimakasih pak��, tapi������.�ucapnya terputus. �Perhiasan ibu tak dapat kami ketemukan, menurut pelaku penodongan tersebut perhisaan itu telah dijualnya pada seseorang�, mohon maaf bu hanya ini yang bisa kami bantu�� tuturnya menerangkan. �Ga apa-apa pak�., biarkan saja, hp ini yang terpenting�.�sahut Ratna menarik napas lega. �Sekali lagi terimakasih pak Sutiran��.�ujarnya pelan, mengemasi hp tersebut. �Oh ya�., ini sekedar pengganti bensin��..�ujar Ratna mengansurkan lipatan 2 lembar uang ratusan ribu. �Jangan, jangan bu����.ini sudah menjadi kewajiban kami..�Ucap Briptu Sutiran mendorongkan tangan Ratna. �Bagaimana ini�.saya bingung membalas pertolongan bapak�.�sambil berkata Ratna memasukkan kembali uang tersebut kedalam tas tangannya. �Ga usah bu�.., sudah menjadi pekerjaan kami hal begini�.�terang Briptu Sutiran tegas. �Atau beginilah pak, sekedar tanda terimakasih saya, jangan bapak menolak permintaan saya kali ini. Saya yakin bapak belum makan siang begitupun saya, maka saya mengajak bapak untuk menemani saya makan siang.., bagaimana setuju�?ucap Ratna tak kehilangan akal. �Kalau itu boleh bu��.�sahut Briptu Sutiran tersenyum. �Kita berangkat sekarang��..?Tanya Ratna. �Begini saja, ibu keluar terlebih dulu, tuinggu saya di parkiran, saya kan selesaikan dulu urusan administrative barang-barang ibu�.�tuturnya kembali. �Ok, saya tunggu bapak di mobil��.�ujar Ratna melangkah ke luar dari ruangan tersebut diiring tatapan mata beberapa petugas mengiringi langkahnya yang teratur, Tak makan waktu lama, Briptu Sutiran dan Ratna telah berada di sebuah fastfood. Bersama mereka makan siang. Percakapan mereka mengalir mencairkan kekakuan yang terikat oleh sikap kerja mereka. Beberapa kali Ratna tertawa oleh lelucon yang disampaikan oleh sang petugas itu. Tak terasa waktu harus memisahkan mereka kembali pada kesibukan rutinitas biasanya. Ratna pun tak keberatan saat Sutiran meminta nomer hpnya dan berjanji akan kembali menelepon. saat ia mengantarkan Briptu Sutiran kembali ke kantornya.. Simpatinya telah tumbuh, merasakan sosok Sutiran bagai seorang kakak yang tak pernah dimilikinya karena ia adalah anak tunggal. Mulai saat itu rtana sering di telepon olehSutiran. Baik saat di kantor ataupun ketiika di rumah saat suaminya tak ada. Pembicaraan mereka makin hangat. Tak jarang Ratna menceritakan keadaannya dan tuntutan keluarga suaminya yang menginginkan ia segera hamil. Dan Sutiran pun memberikan beberapa petuah-petuah yang sangat masuk ke dalam hati Ratna. Ratna seolah � olah menemukan siraman kesejukan dari seorang kakak. Tak segan- segan ia menceritakan mertuanya yang sungguh menuntut kehadiaran seorang anak dari rahimnya. Tak ketinggalan pemeriksaan oleh dokter yang menyatakan mereka berdua tidak mempunyai masalah dalam reproduksi mereka. Sutiran hanya menyarankan bersabar. Suatu siang Ratna menelepon.. �Mas Sutiran, sore ini aku mau ke rumah�,ada yang akan aku ceritakan..�terdengar suara kesal Ratna. Panggilan �mas� telah terbiasa di ucapkan Ratna terhadap �kakak� nya itu. �Ya Sudah�..nanti kutunggu����.�sahut Sutiran bernada lembut. Tak sabar Ratna melewatkan jam demi jam berlalu. Ingin ia cepat-cepat melepaskan kesal hatinya, menceritakan ganjalan hatinya saat itu. Dan begitu jam menunjukkan pukul 4 sore, setengah berlari ia menuju parkiran, menstarter mobilnya dan meluncur cepat di kemacetan jalanan kota Solo sore itu. Sejam kemudian mobilnya telah sampai pada ujung jalan di mana titik terakhir mobil bisa masuk. Melangkah dengan tergesa menuju rumah kontakan Sutiran. Sutiran telah berdiri di depan pintu hanya mengenakan singlet dan sehelai sarung, pakaian santai kegemarannya. �Ada apa lagi���?�Tanya Sutiran memandang keheranan pada tubuh sintal yang melangkah masuk dan menghempaskan diri di sofa di tengah ruangan tersebut. �IItu..Mas Rio, kemarin ia juga menyalahkan aku kenapa ga hamil-hamil�.!ucapnya bersungut-sungut. Diterangkannya Rio suaminya yang tengah keluar kota berbicara di telepon mengenai ketidak hamilannya. �Mungkin ia lagi stress oleh beban pekerjaan kantor��Ujar Sutiran menenangkan. �tapi tak biasanya ia begitu, selama ini dia tak pernah menyalahkan aku�.� Ujar Ratna tetap ngotot tetapi dengan suara yang makin me lembut. �Sudah kamu cuci muka dulu sana, biar segar bariu teruskan���perintah Sutiran Dengan bersungut-sungut Ratna menurut dan melangkah menuju kamar mandi yang ditunjukkan Sutiran. Setiap gerakan langkah Ratna tak luput dari tatapan sudut mata Sutiran. Kini ia sadar wanita muda itu memiliki tubuh yang bagus dengan kulit yang bersih, sangat proporsional sekali. Gairah kelelakiannya yang bangkit. Pikiran kotornya mulai bekerja. Ratna keluar dari kamar mandi sambil tersenyum. Kedua lengannya menyisir rambutnya yang lebat, memperlihatkan leher putihnya berkilau bak pualam di timpa cahaya senja. Kembali duduk, kini mereka duduk bersisian. Kembali mereka bercakap-cakap dalam suasana hangat. Ratna telah melupakan persoalannya denga suaminya Rio. Tertawa-tawa ia mendengar gurauan Sutiran. �Tak usahlah di dengar perkataan Rio itu�, anggap saja tak pernah ada��ujar Sutiran perlahan. �Sayangkan, cantik-cantik begini cepat menjadi keriput oleh pikiran mengenai hal-hal itu�.�tambahnya. �Kamu masih muda, kalau Rio sudah tak suka lagi masih banyak lelaki ganteng bisa kamu dapatkan�.�suara itu terdengar lembut merasuk hati Ratna. Usapan tangan Sutiran pada rambutnya ikut menambah pengaruh atas perkataannya. Tangan Sutiran turun, menggapai dagu Ratna. Mengangkatnya sehingga mereka bertatapan �Bersenang-senang sedikit kan tak salah����..�senyum Sutiran. Ratna terpukau oleh kata-kata Sutiran barusan. Meresapi dan menyelami maknanya. Tiba-tiba tergagap ia saat bibirnya telah di kecup dan di cium oleh Sutiran. Pikirannya kembali tak memahami artinya. Tetapi ia dapat menerka ujungnya. �Kok mas jadi begini����.?�tanyanya heran bercampur bingung. �Tak usah ditanyakan,���..�tukas Sutiran. �Bukan begini,�..inii ga boleh mas�..�sahut Ratna mendorong Sutiran yang terus maju. �Mmhh����������.�ucapannya terputus oleh lumatan bibir Sutiran yang merangsek terus maju. Tindakan Ratna mendorong tersebut bukannya menyebabkan Sutiran terdorong, malah menbuat dirinya sendiri terdorong rebah di sofa. Tubuh Sutiran ikut rebah menindih tubuh sintalnya. Ratna mengerakkan kepalanya kekiri dan ke kanan menghindari bibir Sutiran yang merangsek maju. Kakinya menendang-nendang yang malah menyibakkan roknya tersingkap lebih ke atas. Sutiran makin kerasukan. Ditariknya blouse Ratna dalam sebuah sentakan, memutus seluruh kancingnya, memampangkan kemulusan kulit tubuhnya di depan mata Sutiran. Dengan sebuah sentakan kembali kait pengingat bra penutup payudaranya putus, menggetarkan bulatan padat kembar itu ke udara. �Ja�.jangan �mas ouh����..�pinta Ratna. Ucapannya tenggelam dalam lumatan bibr Sutiran pada puncak Buah dadanya. Dengan ahli di kulum dan di lumatnya. Ratna tak kuasa berteriak, bibirnya kelu oleh rasa geli yang tidak biasanya. Lidah Sutiran bermain pada puncak dadanya dengan tekun. Tangan kiri Sutiran turu dan menemukan batang paha yang mulus, mengelus dan merabanya dengan perlahan dari lutut menuju ke atas. Berhenti pada karet celana dalam satin yang di kenakan Ratna. Menggenggam karet tersebut, menyentakkannya dengan kuat. Putuslah sudah pelindumg terakhir yang dikenakabn Ratna. Tubuh bagian atasnya telah telanjang, roknya teleh tersingkap ke pinggang sedangkan celana dalamnya pun bernasib serupa meninggalkan pemiliknya dalam ketelanjangan. Kedua tangan Ratna yang tadi mencengkram bahu Sutiran, kini telah menggerumasi rambut cepak Sutiran. Larut dalam gelora birahi yang dengan sangat ahli dibangkitkan oleh lelaki berwajah garang itu. Tiba-tiba Sutiran menarik tubuh sintal Ratna,membopongnya menuju kamar tidur dan langsung merebahkannya di kasur. Dan dengan cepat wajahnya meluruk ke bawah, menuju pertemuan ke dua paha yang mengatup erat. Menjilati kedua batang paha tersebut denga lidahnya yang kasap. Mulai dari bagian luar ke bagaian dalam, menjalar terus naik menemukan segitiga terbalut bulu halus yang menghitam. Menjilat disana�!!! Perlahan kedua paha tersebut membuka menghindari kegelian perlakuan lidah Sutiran. Dan justru itulah yang di kehendaki oleh Sutiran. �Ahhhh��..mass�������jerit Ratna saat lidah kasap Sutiran menjelajahi miliknya paling pribadi. Mencucupi kelembutan memerah muda yang terbit. Tubuh sintalnya melenting dalam posisi terduduk mengangkang. Napasnya tersengal-sengal. Dengan mata berlinang ia pasrah pada kehendak tubuhnya yang menyambut setiap gerakan lidah Sutiran. Kedua tangan Sutiran tak tinggal diam meremas dan mengelus bongkahan padat dada Ratna.memilin putingnya dengan lembut. Menyebabkan tubbuh mulus Ratna mengerinjal-gerinjal ke-sangat-gelian. Pinggulnya bergerak demonstratif mengimbangi liiarnya lidah Sutiran. Mengayun maju mundur pada.setiap gelitikan lidah Sutiran pada liang kewanitaannya yang telah basah. Sutiran bangkit. Melepas singlet dan sarungnya, memprtontonkan tonjolan berototnya menjulang bak tugu. Menarik pinggul Ratna mendekat kearahnya. Membuka kedua kaki tersebut melebar. Menempatkan batang tegarnya di permukaan lepitan kewanitaan Ratna. �Ahhhh�����������.�pekik Ratna saat ujung membola batang Sutiran membelah lepitan kewanitaannya. Menguakkannya agar dapat masuk. Memaksanya mengembang�.. Ratna tersengal-sengal merasakan ujung membola tersebut menggerus permukaan lembut di dalam kewanitaannya. Sutiran bergerak kembali. Mendorong dengan paksa� Terasa olehnya betapa kelembutan basah kewanitaan Ratna mencekal laju batang tegarnya. Sambil memegang pinggul Ratna denga kedua tangannya, Sutiran bergerak lebih kuat dari sebelumnya. Mendorongkan batang tegaknya lebih dalam. Terasa berderik-derik lingkaran cincin di dalam kewanitaan Ratna sepanjang perjalanan batang tegar tersebut. Terus maju perlahan tapi pasti� �Ahhhh����������..�pekir Ratna kembali dengan biji mata yang kelihatan putihnya saja. Tubuhnya lemas dan ambruk dari posisi duduknya, rebah terlentang di atas kasur. �Bukan main���hebat���.�batin Ratna merasakan momen yang baru saja di alaminya. Sutiran mulai bergerak. Dalam posisinya berdiri di atas lantai dan Ratna yang rebah di kasur memberikan keleluasaan baginya untuk memompa. Tubuh tegapnya bergerak ritmis. Konstan mengayun pinggulnya. Memenuhi kehendak mendasar setiap manusia. Manggali se dalam-dalamnya sumur kenikmatan fana. Ratna hanya bisa tersengal-sengal. Berkali-kali tubuhnya menggerinjal dengan kepala yang terlempar kekiri dan kekanan. Rambutnya telah awut-awutan dengan tubuh yang di penuhi butir-butir keringat. Seksi sekali pemandangan yang ada di hadapan Sutiran saat itu.Sungguh luar biasa rasa nikmat yang menderanya kali ini. Menerbangkannya dengan cepat menuju puncak. �Ouh��.ohhh�������.�erang Ratna lirih. Kedua tangannya mencengkeram sprey ranjang, menariknya dengan gemas. Sutiran terus memeompa,makin lama makin cepat. Menghujamkan batang berototnya semakin cepat. Di selingi kecipak kecipak seksi mengalun dari perbenturan kulit mereka. �Ahhhhh�..mfhh..,ouhhhhhh���.�pekik Ratna terputus-putus. Puncak kenikmatan yang datang bergemuruh menyeretnya dalam gulungan rasa tak terkira. Melambungkan emosinya ke titik tertinggi yang pernah di raihnya. Tubuhnya mengejang,,bergetar dna menggeliat liar diatas kasur. Otot melingkar di dalam liang kewanitaannya berdenyut d-denyut, seolah-olah mengurut dan memeras urat berotot milik Sutiran yang bergerak terus maju mundur bak paku bumi. �Uhfh�����������Sutiran melenguh merasakan pijatan otot melingkar dalam kewwanitaan Ratna mencekal erat batang berototnya ketat sekali seolah olah belitan ular pada mangsanya. Tapi ia terus bergerak�., menyempurnakan pencapaiannya. Ratna yang telah terbaring lemas kambali tergelitik dengan cepat gejolak birahinya. Di gapainya tangan Sutiran dan kembali berada pada posisi duduk. Memandang dengan takjub pada selangkangannya yang sedang �di bor� oleh otot berurat milik Sutiran. Keluar masuk tak henti-henti dalam gerak yang konstan. Pandangan Ratna sesekali beralih pada wajah Sutiran yang sedang serius konsen menggerakkan pinggulnya sambil menggeretukkan giginya, menahan agar ia tak terpancur lepas terlebih dahulu. Tak merasa cukup, Ratna menggapai pinggang Sutiran dan mencengkeramnya kuat. Mulai dengan perlahan mengayun pinggulnya berlawanan arah dengan Sutiran. Berusaha menggandakan rasa nikmat yang timbul. Kedua kakinya melingkar di belakang Sutiran, saling berkait untuk mengunci. Napas keduanya telah memburu hebat.Gerakan mereka seirama makin lama makin cepat dan akhirnya� �Ahhh��..Ahh��Ngghhhh���..�pekikan dan rengekan tak putus-putus keluar dari bibirmungil Ratna. Tubuhnya mengejang dengan mata mendelik. Puncak yang lebih dahsayat menggulung emosinya bergemuruh bak datangnya gelombang air bah. Melontarkan tubuhnya ke langit berwarna warni, melayang �layang dalam buaian lembut.yang tak pernah di capainya sebelumnya.Tak kuasa menahankan rasa yang demikian hebat, didigigitnya dada bidang Sutiran�.!!!! �Mmfh����Rrghh��������geram Sutiran menyentakkan tubuhnya. Membenamkan btang berototnya sedalam-dalamnya pada liang kewanitaan Ratna, sambil mencengkearam kuat pinggul berbentuk indah itu.. Tersentak-sentak tubuhnya saat materi hangat dan kental miliknya menyembur secara sproradis, membasahi liang sempit tersebut. Tubuhnya pun ambruk menimpa tubuh putih Ratna yang telah basah di sana sini. Terdiam mereka dalam keheningan. Menikmati rasa yang tersisa dan keletihan yang amat sangat. Setelah menyadari, Ratna sesengukan, dirnya telah ternoda. Pikirannya berkecamuk bingung antara harga diri dan reaksi tubuhnya atas perlakuan Sutiran. Sangat kontradiktif. Tapi apalah artinya nasi telah jadi bubur. Akhirnya dengan tubuh lunglai ia mengemasi pakaiannya, melangkah pelan dalam kegelapan malam. Setibanya di rumah segera ia mandi dan membersihkan sisa-sisa persetubuhan liarnya dengan Sutiran. Langsung ia tertidur nyenyak. Hari-hari selanjutnya Ratna kembali bekerja seperti biasanya, hanya sikapnya lebih banyak diam. Pikirannya melayang pada peristiwa beberapa hari lalu. I a sungguh merasa harga dirinya terkoyak-koyak. Tetapi anehnya ia sangat menikmati perlakuan Sutiran. Masih berbekas rasanya jamahan lelaki itu pada dadanya, lidahnya yang liar bergerak dalam liang kewanitaannya. Dan batang berototnya serasa masih berada dalam cekalan penuh liang kewanitaannya. Tak disadarinya gairahnya kembali tergelitik. �Halo, bisa bicara dengan Briptu Sutiran���� sura Ratna terdebgan bergeletar di telepon. �Sebentar bu, dengan siapa ya������..?� sahut penerima di sana. �Dari ibu Ratna���������������jawab Ratna cepat. �Sebentar bu��������������..� terdengar seuara memanggil Sutiran di kejauhan. �Halo�������������������terdengar suara yang akrab di telinganya. �Dengan Briptu Sutiran����������.?�Tanya Ratna. �Betul�����������������...� tukas sipenerima singkat. �Mas, aku Ratna�.masih ingat kan����...?�ujar Ratna. �Jelas dan takkan pernah lupa��������sahut nya tegas. �Mas, nghhh��..aku ada perlu������.�ujar Ratna terbata-bata. �Hmmmm���������������...� gumam Sutiran. �Aku ke rumah nanti sore���������� cepat sekali perkataan tersebut keluar dari mulut mungil Ratna. �Siap-siap ya��������������..�tambah Ratna seraya menutup pembicaraan tersebut. Terdiam dan bingung Sutiran memegang gagang telepon tersebut. Namun akhirnya ia tersenyum simpul dan meletakkan gagang telepon tersebut. �Hmm��..pasti Ratna menginginkan kejadian sore itu terulang kembali���batinnya girang. Melangkah sambil bersiul-siul ia kembali menuju mejanya. Dapat ia bayangkan betapa tubuh telanjang Ratna menggeliat-geliat dalam pelukannya. Sejak saat itu Ratna jatuh pada keperkasaan Sutiran dan merekapun sering melakukan persetubuhan di rumah Sutiran. Kadang mereka mereka melakukan di Tawangmangu jika Rio sedang keluar kota. Ratnapun akhirnya bertekuk lutut pada kehebatan Sutiran diatas ranjang dan seolah ketagihan terus untuk melakukannya berulang kali. Sutiran seperti mendapat durian runtuh, karena selain birahinya dapat tersalurkan juga ia sering memanfaatkan Ratna secara finansial, tak jarang ia meminta sejumlah uang untuk keperluannya. Sedang Rio suami Ratna tidak mengetahui perselingkuhan itu .

mulusnya pacar kakak

Siang itu, ponselku berbunyi, dan suara merdu dari seberang sana memanggil. "Di, kamu ke rumahku duluan deh sana, saya masih meeting. Dari pada kamu kena macet di jalan, mendingan jalan sekarang gih sana." "Oke deh, saya menuju rumah kamu sekarang. Kamu meeting sampai jam berapa?" "Yah, sore sudah pulang deh, tunggu aja di rumah." Meluncurlah aku dengan motor Honda ke sebuah rumah di salah satu kompleks di Jakarta. Vina memang kariernya sedang naik daun, dan dia banyak melakukan meeting akhir-akhir ini. Aku sih sudah punya posisi lumayan di kantor. Hanya saja, kemacetan di kota ini begitu parah, jadi lebih baik beli motor saja dari pada beli mobil. Vina pun tak keberatan mengarungi pelosok-pelosok kota dengan motor bersamaku. Kebetulan, pekerjaanku di sebuah biro iklan membuat aku bisa pulang di tengah hari, tapi bisa juga sampai menginap di kantor jika ada proyek yang harus digarap habis-habisan. Vina, pacarku, mendapat fasilitas antar jemput dari kantornya. Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu. Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar, dan keluarlah Marta, kakak Vina, untuk membuka pintu. "Loh, enggak kerja?" tanyaku. "Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor," jawabnya sambil membuka pintu pagarnya yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam. "Nyokap ke mana?" tanyaku lagi. "Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan," kata Marta, "Kamu mau duduk di mana Dodi? Di dalam nonton tv juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga. Bentar yah, saya ambilin minum." Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya. Aku memang akrab dengan kakak Vina ini, umurnya hanya sekitar dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton tv bersama Marta, apalagi dia sedang pakai celana pendek dan kaos oblong. Setelah beberapa lama menunggu Vina di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin apa. Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku malah terpana pada paha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Marta ternyata sangat mulus, kulitnya putih menguning. Marta memang sedang menonton tv di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia duduk bersila. Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali BH yang bisa kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton tv. Kalau aku melongokkan kepalaku semua, yah langsung terlihatlah wajahku. Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat paha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri. "Ta, ada koran enggak yah," kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu. "Lihat aja di bawah meja," katanya sambil lalu. Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat paha dan postur tubuhnya dari dekat. Ah, putih mulus semua. Buah dada yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm dengan tubuh langsing terawat, dan buah dadanya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya. "Aku ingin dada itu," kataku membatin. Aku membayangkan Marta dalam keadaan telanjang. Ah, 'adikku' bergerak melawan arah gravitasi. "Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Vina lho!," Marta menghardik. Dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya. Aku tak sanggup berucap walau hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Marta akan mengatakan ini semua ke Vina. "Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!" "Astaga, Marta, kamu.. kamu salah sangka," kataku tergagap. Jawabanku yang penuh kegamangan itu malah membuat Marta makin naik pitam. "Saya bilangin kamu ke Vina, pasti saya bilangin!" katanya setengah berteriak. Tiba-tiba saja Marta berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga dirinya dilecehkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir. "Marta, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa," aku sedikit memohon. "Ta, tolong dong, jangan bilang Vina, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu," kataku mengiba sambil mendekatinya. Marta malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya. "Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!," katanya garang. Situasi yang mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu malah membuatnya panik. "Duh, Ta, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran," kataku. Namun, situasi telah berubah, Marta malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia mendorong dadaku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku. Raihan tangan kananku rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya. Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam. "Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!," kata Marta. Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat menyadari situasinya. Merasa terancam, Marta malah sekuat tenaga melayangkan tangan kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan. Kutangkap tangan kanan itu, kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi. Tak sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu. Marta terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku menempel di pipinya. Tercium aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian detik bibirku mengecup pipinya dengan lembut. Tak ayal, sepersekian detik itu pula Marta meronta-ronta. Marta berteriak, "Lepasin! Lepasin!" dengan paraunya. Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga. Yang aku lakukan hanya refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku. Marta berusaha vaginaik, namun tak bisa. Yang terdengar hanya, "Hmmm!" saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari cengkeramanku justru bergerak liar, ingin menggapai wajahku. Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memperkosa Marta. Dan, Marta sepertinya pantas untuk diperkosa. Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan. Kakinya hanya bisa meronta namun tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki. Tangan kanannya masih dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap. Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha Marta untuk vaginaik, benar-benar membuatku dilanda nafsu tak kepalang. Aku berpikir bagaimana memperkosanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau merobek-robek bajunya. Dasar otak keparat, diserang nafsu, dua tiga detik kemudian aku mendapatkan caranya. Tanpa diduga Marta, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya, namun belum sempat Marta bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang. Kaki Marta yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta celana dalam pinknya. Karena kakinya meronta terus, tak sengaja dia telah mengangkat pantatnya saat aku meloncat mundur. Celana pendek dan celana dalam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Marta. Astaga! Berhasil! Marta jadi setengah bugil. Satu dua detik Marta pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi ini. Kugunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan celana dalamnya dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh. Marta sadar, dia hendak vaginaik dan meronta lagi, namun aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya. Posisi kaki Marta jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercelana, aku bisa melihat vaginanya dengan kelentit yang cukup jelas. Jembutnya hanya menutupi bagian atas vagina. Marta ternyata rajin merawat alat genitalnya. Pekikan Marta berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik, "Marta, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya enggak orang-orang kalau kamu lagi saya perkosa?" Marta tiba-tiba melemas. Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Marta cuma berujar sambil mengisak, "Dodi, please... Jangan diapa-apain saya. Ampun, Di. saya enggak akan bilang Vina. Beneran." Namun, keadaan sudah kepalang basah, syahwatku pun sudah di ujung tanduk rasanya. Aku menjawabnya dengan berusaha mencium bibirnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan kananku langsung saja menelusup ke selangkangannya. Marta tak bisa mengelak. Ketika tanganku menyentuh halus permukaan vaginanya, saat itulah titik balik segalanya. Marta seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan. Dia pun pasti tak sengaja mendesah. Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di vaginanya. Aku permainkan kelentitnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Marta berusaha berontak, namun setiap jariku bergerak dia mendesah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk untuk pertama kali ke dalam vaginanya. Kukocokkan perlahan vaginanya dengan jari tengahku, sambil kucoba untuk mencumbu lehernya. "Jangan Dod," pintanya, namun dia tetap mendesah, lalu memejamkan mata, dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa mencumbui lehernya. Dia tak meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kukocok vaginanya dan mencumbui lehernya, aku membuka resleting celanaku. "Adik"-ku ini memang sudah menegang sempurna sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan penisku ke vaginanya. Marta sebetulnya masih dalam pergulatan batin. Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan nafsunya saat vaginanya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah dia sedikit meronta, menangis, namun juga mendesah-desah tak karuan. Aku bisa membaca situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun vaginanya malah makin basah. Ini tanda dia tak mampu mengalahkan rangsangan. Penisku mengarah ke vaginanya yang telah becek, saat kepala penis bersentuhan dengan vagina, Marta masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung memegangi pinggulnya. Dan, kepala penisku pun masuk perlahan. Vagina Marta seperti berkontraksi. Marta tersadar, "Jangan..." teriaknya atau terdengar seperti rintihan. Rasa hangat langsung menyusupi kepala penisku. Kutekan sedikit lebih keras, Marta sedikit menjerit, setengah penisku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh penisku telah ada di dalam vaginanya. Marta hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung. Kugoyangkan perlahan pinggulku, penisku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa vagina Marta mengencang beberapa saat lalu mengendur lagi. Tanganku mulai bergerilya ke arah buah dadanya. Marta masih mengenakan kaos rumah. Tak apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik BH dan mendapati onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus. Payudara Marta begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kuremas perlahan, seirama dengan genjotan penisku di vaginanya. Marta hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku. Aku buka kaos Marta, kemudian BH-nya, Marta menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah. Kulit Marta putih menguning langsat dengan payudara yang kencang dan lingkaran di sekitar pentilnya berwarna merah jambu Pentil itu sendiri berwarna merah kecokelatan. Tak menunggu lama, kubuka kemejaku. Aktivitas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku, membiarkan penisku merasai seluruh relung vagina Marta. Sambil aku bergoyang, aku mengulum pentil di payudaranya dengan lembut. Kumainkan pentil payudara sebelah kanannya dengan lidahku, namun seluruh permukaan bibirku membentuk huruf O dan melekat di payudaranya. Ini semua membuat Marta mendesah lepas, tak tertahan lagi. Aku mulai mengencangkan goyanganku. Marta mulai makin sering menegang, dan mengeluarkan rintihan, "Ah... ah..." Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Marta yang sedang mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku."Aaahhh," lenguhan panjang dan dalam keluar dari mulut mungil Marta. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku. Aku makin intens menggoyang pinggulku. Kurasakan penisku berdenyut makin keras dan sering. Bibir Marta yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun kulumat, dan tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Marta membalasnya dengan lumatan juga. Kami saling berpagut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada di payudaranya, meremas-remas, dan sesekali mempermainkan putingnya. Vagina Marta kali ini cukup terasa mencengkeram penisku, sementara denyut di penisku pun semakin hebat. "Uhhh," aku mengejang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, penisku menghujam keras ke dalam vaginanya, mengiringi muncratnya spermaku ke dalam liang rahimnya. Tepat saat itu juga Marta memelukku erat sekali, mengejang, dan menjerit, "Aahhh". Kemudian pelukannya melemas. Dia mengalami ejakulasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ejakulasiku. Marta terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah memperkosanya. Marta awalnya tak terima, namun sisi sensitif yang membangkitkan libidonya tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di vaginanya. Ternyata, dia sudah pernah bercinta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka, aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang menyetubuhinya. Grrreeekkk. Suara pagar dibuka. Vina datang! Astaga! aku dan Marta masih bugil di ruang tamu, dengan baju dan celana yang terlempar berserakan ....

mimpi itu jadi kenyataan

Mungkin saya termasuk aneh atau punya kelainan. Bayangkan, sudah punya istri cantik masih merindukan wanita lain. Kurang ajarnya, wanita itu adalah kakak ipar sendiri. Kalau dibanding-bandingkan maka jelas istri saya memiliki beberapa kelebihan. Selain lebih muda, di mata saya lebih cantik dan manis. Postur tubuhnya lebih ramping dan berisi. Sedangkan kakak ipar saya yang sudah punya dua anak itu badannya sedikit gemuk, tetapi kulitnya lebih mulus. Entah apanya yang sering membuat saya membayangkan berhubungan intim dengan dia. Perasaan itu sudah muncul ketika saya masih berpacaran dengan adiknya. Semula saya mengira setelah menikah dan punya anak perasaan itu akan hilang sendiri. Ternyata lima tahun kemudian setelah punya anak berusia empat tahun, perasaan khusus terhadap kakak ipar saya tidak menghilang. Bahkan terasa tambah mendalam. Ketika menggauli istri saya seringkali tanpa sadar membayangkan yang saya sebadani adalah kakak ipar, dan biasanya saya akan mencapai puncak kenikmatan paling tinggi. Ketika bertemu saya sering secara sembunyi-sembunyi menikmati lekuk-lekuk tubuhnya. Mulai dari pinggulnya yang bulat besar hingga buah dadanya yang proporsional dengan bentuk tubuhnya. Sesekali saya sukses mencuri lihat paha atau belahan buah dadanya yang putih mulus. Jika sudah demikian maka jantung akan berdetak sangat kencang. Nafsu saya menjadi begitu bergelora. Pernah suatu ketika saya mengintip saat dia mandi di rumah saya lewat lubang kunci pintu kamar mandi. Namun karena takut ketahuan istri dan orang lain, itu saya lakukan tanpa konsentrasi sehingga tidak puas. Keinginan untuk menikmati tubuh kakak ipar makin menguat. Namun saya masih menganggap itu hanya angan-angan karena rasanya mustahil dia mau suka rela berselingkuh dengan adik ipar sendiri. Namun entah kenapa di lubuk hati yang paling dalam saya punya keyakinan mimpi gila-gilaan itu akan kesampaian. Cuma saya belum tahu bagaimana cara mewujudkan. Kalau pun suatu waktu itu terjadi saya tidak ingin prosesnya terjadi melalui kekerasan atau paksaan. Saya ingin melakukan suka sama suka, penuh kerelaan dan kesadaran, serta saling menikmati. Mungkin setan telah menunjukkan jalannya ketika suatu hari istri saya bilang kakaknya ingin meminjam VCD porno. Kebetulan saya punya cukup banyak VCD yang saya koleksi sejak masih bujangan. Sebelum berhubungan intim saya dan istri biasa nonton VCD dulu untuk pemanasan meningkatkan gairah dan rangsangan. ''Kenapa kakakmu tiba-tiba pengin nonton VCD gituan ?'' tanya saya pada istri saya. ''Nggak tahu.'' ''Barangkali setelah sterilisasi nafsunya gede,'' komentar saya asal-asalan. Beberapa keping VCD pun saya pinjamkan. Ini salah satu jalan untuk mencapai mimpi saya. Tetapi harus sabar karena semua memerlukan proses dan waktu agak panjang. Setelah itu secara rutin kakak ipar saya meminjam VCD porno. Rata-rata seminggu sekali. ''Dia lihat sendiri atau sama suaminya ?'' tanya saya. ''Ya sama suaminya dong,'' jawab istri saya. ''Kamu cerita sama dia ya sebelum main kita nonton VCD biru ?'' ''Iya ...,'' jawab istri saya malu-malu. ''Wah rahasia kok diceritakan sama orang lain.'' ''Kan sama saudara sendiri nggak apa-apa.'' ''Eh ... kamu bilang sama dia, kapan-kapan kita nonton bareng yuk ...'' ''Maksudmu ?'' ''Ya dia dan suaminya nonton bareng sama kita.'' ''Huss ... malu ah ...'' ''Kenapa malu ? Toh kita sama-sama suami istri dan seks itu kan hal wajar dan normal ...'' Sampai di situ saya sengaja tidak memperpanjang pembicaraan. Saya hanya bisa menunggu sambil berharap mudah-mudahan saran itu benar-benar disampaikan kepada kakaknya. Sebulan setelah itu kakak ipar dan suaminya berkunjung ke rumah kami dan menginap. Istri saya mengatakan mereka memenuhi saran saya untuk nonton VCD porno bersama-sama. Diam-diam saya bersorak dalam hati. Satu langkah maju telah terjadi. Namun saya mengingatkan diri sendiri, harus tetap sabar dan berhati-hati. Kalau tidak maka rencana bisa buyar. Malam itu setelah anak-anak tidur kami nonton VCD porno bersama-sama. Saya lihat pada adegan-adegan yang hot kakak ipar tampak terpesona. Tanpa sadar dia mendekati suaminya. Beberapa VCD telah diputar. Tampak nafsu mereka sudah tak terkendali. Saling mengelus dan meremas. Istri saya juga demikian. Sejak tadi tangannya sudah menelusup di balik sarung saya memegangi senjata kebanggaan saya. ''Mbak silakan pakai kamar belakang,'' kata saya kepada kakak ipar setelah melihat mereka kelihatan tak bisa menahan diri lagi. Tanpa berkata sepatah pun kakak ipar menarik tangan suaminya masuk kamar yang saya tunjukkan. ''Sekarang kita gimana ?'' tanya saya menggoda istri saya. ''Ya main dong ...'' Kami berdua segera masuk kamar satunya lagi. Anak-anak kami kebetulan tidur di lantai dua sehingga suara-suara birahi kami tak akan mengganggu tidur mereka. Ketika saya berpacu dengan istri saya, di kamar belakang kakak ipar dan suaminya juga melakukan hal serupa. Jeritan dan erangan kenikmatan wanita yang diam-diam saya rindukan itu kedengaran sampai telinga saya. Saya pun jadi makin terangsang. Malam itu istri saya kembali saya bayangkan sebagai kakak ipar. Saya bikin dia orgasme berkali-kali dalam permainan seks yang panjang dan melelahkan tetapi sangat menyenangkan. Selanjutnya kegiatan bersama itu kami lakukan rutin, minimal seminggu sekali. Sesekali di rumah kakak ipar sebagai variasi. Dua keluarga tampak rukun, meski diam-diam saya menyimpan suatu keinginan lain. Saat anak-anak liburan sekolah saya mengusulkan wisata bersama ke daerah pegunungan. Istri saya, kakak ipar dan suaminya setuju. Tak lupa saya membawa beberapa VCD porno baru pinjaman teman serta playernya. Setelah seharian bermain kesana-kemari anak-anak kelelahan sehingga mereka cepat tertidur. Apalagi udaranya dingin. Sedangkan kami orang tua menghabiskan malam untuk mengobrol tentang banyak hal. ''Eh ... dingin-dingin begini enaknya nonton lagi yuk,'' kata saya. ''Nonton apa ?'' tanya suami kakak ipar. ''Biasa. VCD gituan. Kebetulan saya punya beberapa VCD baru.'' Mereka setuju. Kemudian kami berkumpul di kamar saya, sedangkan anak-anak ditidurkan di kamar kakak ipar yang bersebelahan. Jadilah di tengah udara dingin kami memanaskan diri dengan melihat adegan-adegan persetubuhan yang panas beserta segala variasinya. Sampai pada keping ketiga tampak kakak ipar sudah tak tahan lagi. Dia merapat ke suaminya, berciuman. Istri saya terpengaruh. Wanita itu mulai meraba-raba selangkangan saya. Senjata kebanggaan saya sudah mengeras. ''Ayo kita pindah ....'' bisik istri saya. ''Husss .. pindah kemana. Di sebelah ada anak-anak. Di sini saja.'' Akhirnya kami bergulat di sofa. Tak risih meski di tempat tidur tidak jauh dari kami kakak ipar dan suaminya juga melakukan hal serupa. Bahkan mereka tampak sangat bergairah. Pakaian kakak ipar sudah tak karuan lagi. Saya bisa melirik paha dan perutnya putih mulus. Mereka berpagutan dengan ganas sehingga sprei tempat tidur juga awut-awutan. Istri saya duduk mengangkangkan paha. Saya tahu, ia minta dioral. Mulut dan lidah saya pun mulai mempermainkan perangkat kelaminnya tanpa melepas celana dalam. ''Ohhhh ... terus .. enakkkkkk, Mas ....'' lenguh istri saya merasa sangat nikmat. Sementara itu ekor mata saya melirik aksi kakak ipar dan suaminya yang berkebalikan dengan saya dan istri. Kakak ipar tampak amat bergairah mengaraoke penis suaminya. Saya pun melanjutkan menggarap vagina dan wilayah sekitarnya milik istri saya. Lidah saya makin dalam mempermainkan lubang, mengisap-isap, dan sesekali menggigit klitoris. ''Ooh ... ahhhhh .... ahhhh ........'' istri saya mengerang keras tanpa merasa malu meski di dekatnya ada kakak kandungnya yang juga sedang bergulat dengan suaminya. Satu demi satu saya lepas pakaiannya yang menghalangi. Pertama celana dalamnya, lalu rok bawahnya. Lenguhan istri saya bersahut-sahutan dengan erangan suami kakak ipar. Beberapa saat kemudian posisi berubah. Istri saya gantian mengulum penis saya, sedangkan suami kakak ipar mulai menggarap kelamin istrinya. Erangan saya pun berlomba dengan erangan kakak ipar. Setengah jam kemudian saya mulai menusuk istri saya. Tak lama disusul suami kakak ipar yang melakukan hal serupa terhadap istrinya. Lenguhan dua perempuan kakak beradik yang dilanda kenikmatan terdengar bergantian. ''Mas, batangmu enakkk sekali ....''' bisik istri saya. ''Lubangmu juga enak,'' jawabku. Sembari menaikturunkan pinggul tanganku meremas-remas payudara istri saya yang meski tidak terlalu besar tetapi padat dan tampak merangsang. Setelah beberapa saat bertahan dalam posisi konvensional, lalu saya memutar tubuh istri saya dan menyetubuhi dari belakang. Saya melirik ke tempat tidur. Posisi kakak ipar berada di atas suaminya. Teriakan dan gerakan naik turunnya sangat merangsang saya untuk merasakan betapa enaknya menyetubuhi kakak ipar. Namun saya harus menunggu saat yang tepat. Kira-kira ketika istri saya, kakak ipar dan suaminya sudah berada di dekat puncak kenikmatannya, sehingga kesadarannya agak berkurang. Sambil menggenjot istri saya dari belakang saya terus melirik mereka berdua. Entah sudah berapa kali istri saya mencapai puncaknya, saya sudah tak begitu memperhatikan lagi. ''Ayo kita ke tempat tidur,'' bisik saya pada istri saya. ''Kan dipakai .... '' Saya segera menggendong tubuhnya, lalu menelentangkan di tempat tidur di samping kakaknya yang sedang digarap suaminya. Mula-mula keduanya agak kaget atas kehadiran kami. Tetapi kemudian kami mulai asyik dengan pasangan masing-masing. Tak perduli dan tak malu. Malah suara-suara erotis di sebelah kami makin meningkatkan gairah seksual. Di tengah-tengah nafsu yang menggelora saya menggamit suami kakak ipar saya. Dia menoleh sambil menyeringai menahan nikmat. ''Ssst ... kita tukar ....'' ''Hhhh .... '' dia terbengong tak paham. Lalu saya mengambil keputusan. Penis saya cabut dari vagina istri saya, kemudian bergeser mendekati kakak ipar saya yang masih merem-melek menikmati tusukan suaminya. ''Mas sama istri saya, saya gantian dengan Mbak ...,'' kata saya. Tanpa memedulikan kebengongannya saya langsung memeluk tibuh mulus kakak ipar yang sudah sekian lama saya rindukan. Saya ciumi lehernya, pipinya, bibirnya, dan saya kulum puting susunya yang mengeras. Mula-mula kakak ipar saya kaget dan hendak memberontak. Tapi mulutnya segera saya tutup dengan bibir saya. Kemudian penis saya masukkan pelan-pelan ke vaginanya yang telah basah kuyup. Setelah itu saya melakukan gerakan memompa naik-turun sambil sesekali memutar. Ternyata vaginanya masih sangat enak. Untuk menambah gairah kedua payudaranya saya remas dan sesekali saya gigit putingnya. ''Ohhh .... ahhhh ..... hhhhh ... shhhh ....,'' suaranya mulai tak karuan menahan gempuran hebat saya. Di samping saya, suami kakak ipar saya tampaknya juga tak mau kehilangan waktu percuma. Dia pun menyetubuhi istri saya dengan penuh semangat. Tak ada keraguan lagi. Yang ada hanya bagaimana menuntaskan nafsu yang sudah memuncak di ubun-ubun. Saya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Impian menggauli kakak ipar kesampaian sudah. Hampir satu jam kami bertempur dengan berbagai gaya. Mulai konvensional, miring, hingga menungging. Suami kakak ipar saya lebih dulu menyelesaikan permainannya. Beberapa menit kemudian saya menyusul dengan menyemprotkan begitu banyak sperma ke dalam vagina kakak ipar saya. Rasanya belum pernah saya mengeluarkan begitu banyak sperma sebagaimana malam itu. Kakak ipar pun tampak melenguh puas. Vaginanya menjempit penis saya cukup lama. Setelah peristiwa malam itu, kami menjadi terbiasa mengadakan hubungan seks bersama-sama dan bisa ditebak akhirnya kami bergantian pasangan secara sukarela. Tak ada paksaan sama sekali.

mertua kakakku

Perkenalkan dulu namaku x. Sudah satu minggu ini aku berada di rumah sendirian. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada bapak,ibu,kk dan adek . Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan ibu mertua kk-ku. Ibu mertuakk-ku memang bukan ibu kandung istrinya, karena ibu kandungnya telah meninggal dunia. Ayah mertua kk-ku kemudian kawin lagi dengan ibu mertuakk-ku yang sekarang ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Ibu mertua kk-ku ini umurnya sekitar 40 tahun, wajahnya ayu, dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya juga bahenol banget. Aku sering membayangkan ibu mertua kk-ku itu kalau sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan. Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainan kk-ku dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga sambil membicarakan persiapan perkawinankk-ku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan itu, ibu mertua kk-ku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir akan mencari lilin, tetapi justru ibu mertua kk-ku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira sama sekali diciumi oleh calon ibu mertua kk-ku yang cantik itu. Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu mertuakk-ku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering memberanikan diri memandang ibu mertuakk-ku lama-lama, dan dia biasanya tersenyum manis dan berkata, "Apaa..?, sudah-sudah, ibu jadi malu". Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan ibu mertua kk-ku itu. Aku kadang-kadang sagat merasa bersalah dengan kk-ku, dan juga kaka ipar-ku yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian kurang ajar membayangkan ibu mertua kk-ku disetubuhi ayah mertua kk-ku, aku bayangkan kemaluan ayah mertuakk-ku keluar masuk vagina ibu mertua kk-ku, Ooh alangkah...! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu mertuakk-ku. Ibu mertuakk-ku juga sayang sama kami, . Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuakk-ku, minta agar sore harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit, karena ayah mertuakk-ku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit, dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada ibu mertuakk-ku. Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, "tante, ngapain sih dulu tante kok cium x ?". "Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih", jawab ibumertua kk-ku sambil memandangku. "Jelas dong buu..., Kan asyiik", kataku menggoda. "Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat kk-mu lho x..., Nanti kedengaran juga bisa geger lho x ". "Tapii, sebenarnya kenapa siih tante..., x jadi penasaran lho". "Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh..., anu..., x , sebenarnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu, entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa aku ini, "Mungkin, setannya ya Tomy ini Bu..., Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat ibu mertua kk-ku. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau saya lagi sama sendiri, malah bayangin tante lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Kalau tante pernah bayangin saya nggak kalau lagi sama om", aku semakin berani. "aah nggak tahu ah..., udaah..., udaah..., nanti kalau keterusan kan nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil pacaran ama tante. Pasti tante yang disalahin orang, Dikiranya yang tua niih yang ngebet", katanya. "Padahal dua-duanya ngebet lo tante. tante, maafin x deeh. x jadi pengiin banget sama tante lho..., Gimana niih, punya x sakit kejepit celana nihh", aku makin berani. "Aduuh Toom, jangan gitu dong. tante jadi susah nih. Tapi terus terang aja x .., tante jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini, udah naik begini, tante jadi pengin ngeloni kamu x ..., x kita cepat pulang saja yaa..., Nanti diterusin dirumah..., Kita pulang ke rumahmu saja sekarang..., Toh lagi kosong khan..., Tapi x menggir sebentar x, tante pengen cium kamu di sini", kata tante dengan suara bergetar. ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Aku jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertuakk-ku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling merindukan. "eehhm..., x,ibu kangen banget ma kamu", bisik ibu mertuakk-ku. "aku juga bu", bisikku. "x..., udah dulu x..., eehmm udah dulu", napas kami memburu. "Ayo jalan lagi..., Hati-hati yaa", kata ibu mertua kk-ku. "ibu penisku kejepit niih..., Sakit", kataku. "iich anak nakal", Pahaku dicubitnya. "Okey..., buka dulu ritsluitingnya", katanya. Cepat-cepat aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu m,ertua kk-ku, aku tuntun untuk memegang penisku. "Aduuh kamu. Gede banget pelirmu..., Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya". Aku masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi ibu, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii... nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut. Sampai di rumah, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuakk-ku dengan penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut. "Buu, aku kangen banget buu..., aku kangen banget". "Aduuh x, ibu juga..., Peluklah ibu x, peluklah ibu" nafasnya semakin memburu. Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu. "Eehhmm.., x, ibu belum pernah ciuman seperti ini..., Lagi x masukkan lidahmu ke mulut ibu" Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan berbisik, " bawalah Ibu ke kamar..., Enakan di kamar, jangan disini". Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa tidak enak di tempat tidur aku. "Bu kita pakai kamar tengah saja yaa". "Okey, Lebih bebas di kamar ini", kata ibu mertuakk-ku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol. "iich.., dasar anak nakal", ibu mertuakk-ku merengut manja. Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku. Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur. Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuakk-ku yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu mertua kk ku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan ibu mertua kk-ku telentang di depanku. Aku buka pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertua kk-ku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring di samping ibu mertua kk-ku. Aku ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus. Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan vagina ibu mertua kk-ku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertua kk-ku. "Buu, aku kaangen banget buu..., aku kangen banget..., aku anak nakal buu..", bisikku. " ..., ibu juga. sshh..., masukin ..., masukin sekarang..., Ibu sudah pengiin banget ...", bisik ibu mertua kk-ku tersengal-sengal. Aku naik ke atas ibu mertuakk-ku bertelakn pada siku dan lututku. Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertua kk-ku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku. Kaki ibu mertua kk-ku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar lagi untuk masuk ke vagina ibu mertua kk-ku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali. "Masukkan separo saja . Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini..., Aduuh garis kepalanya enaak sekali". Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke vagina ibu mertua kk-ku. "Buu, aaku masuk semua, masuk semua buu" "Iyaa , enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget" kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan. Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertua kk-ku, mencoblos vagina ibu mertua kk-ku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi. "Buu aku mau keluaar buu..., Aduuh buu.., enaak bangeet". "ssh..., hiiya x, keluariin xx, keluarin". "Ibu juga mau muncaak, mau muncaak..., Teruss Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke dalam vagina ibu mertua kk-ku. Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina ibu mertua kk-ku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin menurun. Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertua kk-ku. "Biar di dalam dulu Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja..., masa' orang ditindih sekuatnya", katanya sambil memencet hidungku. Kami miring, berhadapan, Ibu mertua kk-ku memencet hidungku lagi, "Dasar anak kurang ajar..., Berani sama ibu mertua kk mu ya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi ..., ibu nikmat banget, 'marem' banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini". "Buu, aku juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya..., Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum", kataku menggodanya. "Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas .., Aduuh berantakan niih Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih". "Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini. Aku pengin diteteki sampai pagi", kataku. "Ooh jangan cah bagus..., kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh", jawab ibuku. "Tapi buu, aku rasanya emoh pisah sama ibu". "Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh". Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain. Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi. "Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam". Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami. buat ce/ibu rumah tangga/janda/tante yang kesepian.

mbak Sus

Seperti sebagian besar teman senasib, saat menjadi mahasiswa saya menjadi anak kost dengan segala suka dan dukanya. Mengenang masa-masa sekitar lima belas tahun lalu itu saya sering tertawa geli. Misalnya, karena jatah kiriman dari kampung terlambat, padahal perut keroncongan tak bisa diajak kompromi, saya terpaksa mencuri nasi lengkap dengan lauknya milik keluarga tempat saya kost. Masih banyak lagi kisah-kisah konyol yang saya alami. Namun sebenarnya ada satu kisah yang saya simpan rapat-rapat, karena bagi saya merupakan rahasia pribadi. Kisah rahasia yang sangat menyenangkan. Keluarga tempat kost saya memiliki anak tunggal perempuan yang sudah menikah namun tetap tinggal di rumah orang tuanya. Mbak Sus, demikian kami anak-anak kost memanggil, berumur sekitar 35 tahun. Tidak begitu cantik tetapi memiliki tubuh bagus dan bersih. Menurut ibu kost, anaknya itu pernah melahirkan tetapi kemudian bayinya meninggal dunia. Jadi tak mengherankan kalau bentuk badannya masih menggiurkan. Kami berlima anak-anak kost yang tinggal di rumah bagian samping sering iseng-iseng memperbincangkan Mbak Sus. Perempuan yang kalau di rumah tak pernah memakai bra itu menjadi sasaran ngobrol miring. "Kamu tahu nggak, kenapa Mbak Sus sampai sekarang nggak hamil-hamil?" tanya Robin yang kuliah di teknik sipil suatu saat. "Aku tahu. Suaminya letoi. Nggak bisa ngacung" jawab Krus, anak teknik mesin dengan tangkas. "Apanya yang nggak bisa ngacung?" tanya saya pura-pura tidak tahu. "Bego! Ya penisnya dong", kata Krus. "Kok tahu kalau dia susah ngacung?" saya mengejar lagi. "Lihat saja. Gayanya klemar-klemer kaya perempuan. Tahu nggak? Mbak Sus sering membentak-bentak suaminya?" tutur Krus. "Kalian saja yang nggak tanggap. Dia sebenarnya kan mengundang salah satu, dua, atau tiga di antara kita, mungkin malah semua, untuk membantu", kata Robin. "Membantu? Apa maksudmu?" tanyaku tak paham ucapannya. Robin tertawa sebelum berkata, "Ya membantu dia agar segera hamil. Dia mengundang secara tidak langsung. Lihat saja, dia sering memamerkan payudaranya kepada kita dengan mengenakan kaus ketat. Kemudian setiap usai mandi dengan hanya melilitkan handuk di badannya lalu-lalang di depan kita" "Ah kamu saja yang GR. Mungkin Mbak Sus nggak bermaksud begitu", sergah Heri yang sejak tadi diam. "Nggak percaya ya? Ayo siapa yang berani masuk kamarnya saat suaminya dinas malam, aku jamin dia tak akan menolak. Pasti" Diam-diam ucapan Robin itu mengganggu pikiranku. Benarkah apa yang dia katakan tentang Mbak Sus? Benarkah perempuan itu sengaja mengundang birahi kami agar ada yang masuk perangkapnya? Selama setahun kost diam-diam aku memang suka menikmati pemandangan yang tanpa kusadari sering membuat penisku tegak berdiri. Terutama payudaranya yang seperti sengaja dipamerkan dengan lebih banyak berkaus sehingga putingnya yang kehitam-hitaman tampak menonjol. Selain payudaranya yang kuperkirakan berukuran 36, pinggulnya yang besar sering membuatku terangsang. Ah betapa menyenangkan dan menggairahkan kalau saja aku bisa memasukkan penisku ke selangkangannya sambil meremas-remas payudaranya. Setelah perbincangan iseng itu aku menjadi lebih memperhatikan gerak-gerik Mbak Sus. Bahkan aku kini sengaja lebih sering mengobrol dengan dia. Kulihat perempuan itu tenang-tenang saja meski mengetahui aku sering mencuri pandang ke arah dadanya sambil menelan air liur. Suatu waktu, ketika berjalan berpapasan, tanganku tanpa sengaja menyentuh pinggulnya. "Wah... maaf, Mbak. Nggak sengaja..." kataku sambil tersipu malu. "Sengaja juga nggak apa-apa kok dik", jawabnya sambil mengerlingkan matanya. Dari situ aku mulai menyimpulkan apa yang dikatakan Robin mendekati kebenaran. Mbak Sus memang berusaha memancing, mungkin tak puas dengan kehidupan seksual bersama suaminya. Makin lama aku bertambah berani. Beberapa kali aku sengaja menyenggol pinggulnya. Eh dia cuma tersenyum-senyum. Aksi nakal pun kutingkatkan. Bukan menyenggol lagi tetapi meremas. Sialan, reaksinya sama saja. Tak salah kalau aku mulai berangan-angan suatu saat ingin menyetubuhi dia. Peluang itu sebenarnya cukup banyak. Seminggu tiga kali suaminya dinas malam. Dia sendiri telah memberikan tanda-tanda welcome. Cuma aku masih takut. Siapa tahu dia punya kelainan, yakni suka memamerkan perangkat tubuhnya yang indah tanpa ada niat lain. Namun birahiku rasanya tak tertahankan lagi. Setiap malam yang ada dalam bayanganku adalah menyusup diam-diam ke kamarnya, menciumi dan menjilati seluruh tubuhnya, meremas payudara dan pinggulnya, kemudian melesakkan penis ke vaginanya. Suatu hari ketika di rumah sepi. Empat temanku masuk kuliah atau punya kegiatan keluar, bapak dan ibu kostku menghadiri pesta pernikahan kerabatnya di luar kota, sedangkan suami Mbak Sus ke kantor. Aku mengobrol dengan dia di ruang tamu sambil menonton televisi. Semula perbincangan hanya soal-soal umum dan biasa. Entah mendapat dorongan dari mana kemudian aku mulai ngomong agak menyerempet-nyerempet. "Saya sebenarnya sangat mengagumi Mbak Sus lho", kataku. "Kamu ini ada-ada saja. Memangnya aku ini bintang sinetron atau model ?". "Sungguh kok. Tahu nggak apa yang kukagumi pada Mbak?" "Coba apa...". "Itu...". "Mana?". Tanpa ragu-ragu lagi aku menyentuhkan telunjukku ke payudaranya yang seperti biasa hanya dibungkus kaus. "Ah... kamu ini". Reaksinya makin membuatku berani. Aku mendekat. Mencium pipinya dari belakang kursi tempat duduknya. Mbak Sus diam. Lalu ganti kucium lehernya yang putih. Dia menggelinjang kegelian, tetapi tak berusaha menolak. Wah, kesempatan nih. Kini sambil menciumi lehernya tanganku bergerilya di bagian dadanya. Dia berusaha menepis tanganku yang ngawur, tetapi aku tak mau kalah. Remasanku terus kulanjutkan. "Dik... malu ah dilihat orang", katanya pelan. Tepisannya melemah. "Kalau begitu kita ke kamar?" "Kamu ini nakal yaa", ujarnya tanpa berusaha lagi menghentikan serbuan tangan dan bibirku. "Mbak...". "Hmm...". "Bolehkah mm..., bolehkah kalau saya...". "Apa hh..." "Bolehkah saya memegang susu Mbak ?". "Hmm...", Dia mendesah ketika kujilat telinganya. Tanpa menunggu jawabannya tanganku langsung menelusup ke balik kausnya. Merasakan betapa empuknya daging yang membukit itu. Kuremas dua payudaranya dari belakang dengan kedua tanganku. Desahannya makin kuat. Lalu kepalanya disandarkan ke dadaku. Aduh mak, berarti dia oke. Tanganku makin bersemangat. Kini kedua putingnya ganti kupermainkan. "Dik, tutup pintunya dulu dong", bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik. Tanpa disuruh dua kali secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Mbak Sus. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok bawahnya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna krem. Sambil menciumi pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas vagina dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Mbak Sus menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya. "Mau apa kau sshh... sshh", tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat. "Mbak belum pernah dioral ya ?". "Apa itu ?". "Vagina Mbak akan kujilati". "Lo itu kan tempat kotor ...". "Siapa bilang ?". "Ooo... oh.. oh ...", desis Mbak Sus keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan vaginanya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam. Serangan pun kutingkatkan. Celananya kepelorotkan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut tak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir vaginanya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Mbak Sus kian keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. "Aahh... Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh...". "mm film biru dan bacaan porno kan banyak mm...", jawabku. Tiba-tiba, tok.. tok.. tok. Pintu depan ada yang mengetuk. Wah berabe nih. Aksi liarku pun terhenti mendadak. "Sst ada tamu Mbak", bisikku. "Cepat kau sembunyi ke dalam", kata Mbak Sus sambil membenahi pakaiannya yang agak berantakan. Aku segera masuk ke dalam kamar Mbak Sus. Untung kaca jendela depan yang lebar-lebar rayban semua, sehingga dari luar tak melihat ke dalam. Sampai di kamar berbau harum itu aku duduk di tepi ranjang. Penisku tegak mendesak celana pendekku yang kukenakan. Sialan, baru asyik ada yang mengganggu. Kudengar suara pintu dibuka. Mbak Sus bicara beberapa patah kata dengan seorang tamu bersuara laki-laki. Tidak sampai dua menit Mbak Sus menyusul masuk kamar setelah menutup pintu depan. "Siapa Mbak ?". "Tukang koran menagih rekening". "Wah mengganggu saja itu orang. Baru nikmat-nikmat...". "Sudahlah", katanya sambil mendekati aku. Tanpa sungkan-sungkan Mbak Sus mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat penisku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersedak. Semula Mbak Sus seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. Lama-lama dia akhirnya dia bisa menikmati dan mulai menirukan gaya permainan ciuman yang secara tak sadar baru saja kuajarkan. "Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa ? Pacarmu ?", tanyanya di antara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tak merepotkan, kausnya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok bawahnya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang, dan putih mulus. "Nggak adil. Kamu juga harus telanjang dong", Mbak Sus pun melucuti kaus, celana pendek, dan terakhir celana dalamku. Penisku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah ke ranjang, berguling-guling, saling menindih. "Mbak mau saya oral lagi?" tanyaku. Mbak Sus hanya tersenyum. Aku menunduk ke selangkangannya mencari-cari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Mbak Sus mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Kelihatan dia menemukan pengalaman baru yang membius gairahnya. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan penisku ke mulutnya. "Gantian dong, Mbak". "Apa muat segede itu....". Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan penisku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama penisku masuk rongga mulutnya. Melihat Mbak Sus agak tersiksa oleh gaya permainan baru itu, aku pun segera mencabut penisku. Pikirku, nanti lama-lama pasti bisa. "Sorry ya Mbak". "Ah kau ini mainnya aneh-aneh". "Justru di situ nikmatnya, Mbak ... Selama ini Mbak sama suami main seksnya gimana ?", tanyaku sambil menciumi payudaranya. "Ah malu. Kami main biasa saja kok". "Langsung tusuk begitu maksudnya ...?". "Nakal kau ini", katanya sambil tangannya mengelus-elus penisku yang masih tetap tegak berdiri. "Suami Mbak mainnya lama nggak ?". "Ah ...". dia tersipu-sipu. Mungkin malu untuk mengungkapkan. "Pasti Mbak tak pernah puas ya ?". Mbak Sus tak menjawab. Dia malah menciumi bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun ganti-berganti memainkan kedua payudaranya yang kenyal atau selangkangannya yang mulai berair. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri. Tetapi lama-lama aku tak tahan juga. Penisku pun sudah ingin segera menggenjot vaginanya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus vaginanya, kurasakan tubuh Mbak Sus agak gemetar. "Ohh ...", desahnya ketika sedikit demi sedikit batang penisku masuk vaginanya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan, dan kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang. Tiga menit setelah kugenjot, Mbak Sus mulai menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan penisku kutingkatkan. "Ooo... ahh... hmm... ssshh...", desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. "Enak Mbak ?", tanyaku. "Emmhh ...". "Puas Mbak ?". "Ahh ...", desahnya. "Sekarang Mbak berbalik. Menungging". Aku mengatur badannya dan Mbak Sus menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. "Gaya apa lagi ini ?", tanyanya. "Ini gaya doggy. Senggama lewat belakang. Pasti Mbak belum pernah". Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang dari belakang. Mbak Sus kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan tiada tara yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat. "Capek ?", tanyaku. "Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku". "Tapi kan nikmat Mbak", jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan. "Kita lanjutkan nanti malam saja ya". "Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi penisku. Sekarang Mbak yang di atas", kataku sambil mengatur posisinya. Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang penisku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Mbak Sus tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi ditingkah lenguhan dan jeritannya menjelang sampai puncak. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Mbak Sus kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan penisku. "Oh Mbak... aku mau keluar nih ahh ...". Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam vaginanya. Mbak Sus kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan vaginanya begitu hangat menjepit penisku. Lima menit lebih kami dalam posisi relaksasi seperti itu. "Vaginamu masik nikmat Mbak", bisikku sambil mencium bibir mungilnya. "Penismu juga nikmat, Dik". "Nanti kita main dengan macam-macam gaya lagi ya". "Ah Mbak memang kalah pintar dibanding kamu". Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. "Mbak kalau pengin bilang aja ya". "Kamu juga. Kalau ingin ya langsung masuk ke kamar Mbak. Tetapi sst... kalau pas aman lho". "Mbak mau nggak main ramai-ramai ?". "Maksudmu gimana ?". "Ya misalnya aku mengajak salah satu teman dan kita main bertiga. Dua lawan satu. Soalnya Mbak tak cukup kalau cuma dilayani satu cowok." "Ah kamu ini ada-ada saja. Malu ah...". "Tapi mau mencoba kan ?". Mbak Sus tidak menjawab. Dia malah kemudian menciumi dan menggumuli aku habis-habisan. Ya aku terangsang lagi jadinya. Ya penisku tegak lagi. Ya akhirnya aku mesti menggenjot dan menembaknya sampai dia orgasme beberapa kali. Ah Mbak Sus, Mbak Sus.

mbak Ira, suster cantikku

saya sedang dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari. Saya masih duduk di kelas 2 SMA pada saat itu. Dan dalam urusan asmara, khususnya "bercinta" saya sama sekali belum memiliki pengalaman berarti. Saya tidak tahu bagaimana memulai cerita ini, karena semuanya terjadi begitu saja. Tanpa kusadari, ini adalah awal dari semua pengalaman asmaraku sampai dengan saat ini. Sebut saja nama wanita itu Ira, karena jujur saja saya tidak tahu siapa namanya. Ira adalah seorang suster rumah sakit dimana saya dirawat. Karena terjangkit gejala pengakit hepatitis, saya harus dirawat di Rumah sakit selama beberapa hari. Selama itu juga Ira setiap saat selalu melayani dan merawatku dengan baik. Orang tuaku terlalu sibuk dengan usaha pertokoan keluarga kami, sehingga selama dirumah sakit, saya lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri, atau kalau pas kebetulan teman-temanku datang membesukku saja. Yang kuingat, hari itu saya sudah mulai merasa agak baikkan. Saya mulai dapat duduk dari tempat tidur dan berdiri dari tempat tidur sendiri. Padahal sebelumnya, jangankan untuk berdiri, untuk membalikkan tubuh pada saat tidurpun rasanya sangat berat dan lemah sekali. Siang itu udara terasa agak panas, dan pengap. Sekalipun ruang kamarku ber AC, dan cukup luas untuk diriku seorang diri. Namun, saya benar-benar merasa pengap dan sekujur tubuhku rasanya lengket. Yah, saya memang sudah beberapa hari tidak mandi. Maklum, dokter belum mengijinkan aku untuk mandi sampai demamku benar-benar turun. Akhirnya saya menekan bel yang berada disamping tempat tidurku untuk memanggil suster. Tidak lama kemudian, suster Ira yang kuanggap paling cantik dan paling baik dimataku itu masuk ke kamarku. "Ada apa Dik?" tanyanya ramah sambil tersenyum, manis sekali. Tubuhnya yang sintal dan agak membungkuk sambil memeriksa suhu tubuhku membuat saya dapat melihat bentuk payudaranya yang terlihat montok dan menggiurkan. "Eh, ini Mbak. Saya merasa tubuhku lengket semua, mungkin karena cuaca hari ini panas banget dan sudah lama saya tidak mandi. Jadi saya mau tanya, apakah saya sudah boleh mandi hari ini mbak?", tanyaku sambil menjelaskan panjang lebar. Saya memang senang berbincang dengan suster cantik yang satu ini. Dia masih muda, paling tidak cuma lebih tua 4-5 tahun dari usiaku saat itu. Wajahnya yang khas itupun terlihat sangat cantik, seperti orang India kalau dilihat sekilas. "Oh, begitu. Tapi saya tidak berani kasih jawabannya sekarang Dik. Mbak musti tanya dulu sama pak dokter apa adik sudah boleh dimandiin apa belum", jelasnya ramah. Mendengar kalimatnya untuk "memandikan", saya merasa darahku seolah berdesir keatas otak semua. Pikiran kotorku membayangkan seandainya benar Mbak Ira mau memandikan dan menggosok-gosok sekujur tubuhku. Tanpa sadar saya terbengong sejenak, dan batang kontolku berdiri dibalik celana pasien rumah sakit yang tipis itu. "Ihh, kamu nakal deh mikirnya. Kok pake ngaceng segala sih, pasti mikir yang ngga-ngga ya. hi hi hi". Mbak Ira ternyata melihat reaksi yang terjadi pada penisku yang memang harus kuakui sempat mengeras sekali tadi. Saya cuma tersenyum menahan malu dan menutup bagian bawah tubuhku dengan selimut. "Ngga kok Mbak, cuma spontanitas aja. Ngga mikir macem-macem kok", elakku sambil melihat senyumannya yang semakin manis itu. "Hmm, kalau memang kamu mau merasa gerah karena badan terasa lengket mbak bisa mandiin kamu, kan itu sudah kewajiban mbak kerja disini. Tapi mbak bener-bener ngga berani kalau pak dokter belum mengijinkannya", lanjut Mbak Ira lagi seolah memancing gairahku. "Ngga apa-apa kok mbak, saya tahu mbak ngga boleh sembarangan ambil keputusa" jawabku serius, saya tidak mau terlihat "nakal" dihadapan suster cantik ini. Lagi pula saya belum pengalaman dalam soal memikat wanita. Suster Ira masih tersenyum seolah menyimpan hasrat tertentu, kemudian dia mengambil bedak Purol yang ada diatas meja disamping tempat tidurku. "Dik, Mbak bedakin aja yah biar ngga gerah dan terasa lengket", lanjutnya sambil membuka tutup bedak itu dan melumuri telapak tangannya dengan bedak. Saya tidak bisa menjawab, jantungku rasanya berdebar kencang. Tahu-tahu, dia sudah membuka kancing pakaianku dan menyingkap bajuku. Saya tidak menolak, karena dibedakin juga bisa membantu menghilangkan rasa gerah pikirku saat itu. Mbak Ira kemudian menyuruhku membalikkan badan, sehingga sekarang saya dalam keadaan tengkurap diatas tempat tidur. Tangannya mulai terasa melumuri punggungku dengan bedak, terasa sejuk dan halus sekali. Pikiranku tidak bisa terkontrol, sejak dirumah sakit, memang sudah lama saya tidak membayangkan hal-hal tentang seks, ataupun melakukan onani sebagaimana biasanya saya lakukan dirumah dalam keadaan sehat. Kontolku benar-benar berdiri dan mengeras tertimpa oleh tubuhku sendiri yang dalam keadaan tenglungkup. Rasanya ingin kugesek-gesekkan kontolku di permukaan ranjang, namun tidak mungkin kulakukan karena ada Mbak Ira saat ini. fantasiku melayang jauh, apalagi sesekali tangannya yang mungil itu meremas pundakku seperti sedang memijat. Terasa ada cairan bening mengalir dari ujung kontolku karena terangsang. Beberapa saat kemudian mbak Ira menyuruhku membalikkan badan. Saya merasa canggung bukan main, karena takut dia kembali melihat kontolku yang ereksi. "Iya Mbak..", jawabku sambil berusaha menenangkan diri, sayapun membalikkan tubuhku. Kini kupandangi wajahnya yang berada begitu dekat denganku, rasanya dapat kurasakan hembusan nafasnya dibalik hidung mancungnya itu. Kucoba menekan perasaan dan pikiran kotorku dengan memejamkan mata. Sekarang tangannya mulai membedaki dadaku, jantungku kutahan sekuat mungkin agar tidak berdegup terlalu kencang. Saya benar-benar terangsang sekali, apalagi saat beberapa kali telapak tangannya menyentuh putingku. "Ahh, geli dan enak banget", pikirku. "Wah, kok jadi keras ya? he he he", saya kaget mendengar ucapannya ini. "Ini loh, putingnya jadi keras.. kamu terangsang ya?" Mendengar ucapannya yang begitu vulgar, saya benar-benar terangsang. Kontolku langsung berdiri kembali bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tapi saya tidak berani berbuat apa-apa, cuma berharap dia tidak melihat kearah kontolku. Saya cuma tersenyum dan tidak bicara apa-apa. Ternyata Mbak Ira semakin berani, dia sekarang bukan lagi membedaki tubuhku, melainkan memainkan putingku dengan jari telunjuknya. Diputar-putar dan sesekali dicubitnya putingku. "Ahh, geli Mbak. Jangan digituin", kataku menahan malu. "Kenapa? Ternyata cowok bisa terangsang juga yah kalau putingnya dimainkan gini", lanjutnya sambil melepas jari-jari nakalnya. Saya benar-benar kehabisan kata-kata, dilema kurasakan. Disatu sisi saya ingin terus di"kerjain" oleh mbak Ira, satu sisi saya merasa malu dan takut ketahuan orang lain yang mungkin saja tiba-tiba masuk. "Dik Iwan sudah punya pacar?", tanya mbak Ira kepadaku. "Belum Mbak", jawabku berdebar, karena membayangkan ke arah mana dia akan berbicara. "Dik Iwan, pernah main sama cewek ngga?", tanyanya lagi. "Belum mbak" jawabku lagi. "hi.. hi.. hi.. masa ngga pernah main sama cewek sih", lanjutnya centil. Aduh pikirku, betapa bodohnya saya bisa sampai terjebak olehnya. Memangnya "main" apaan yang saya pikirkan barusan. Pasti dia berpikir saya benar-benar "nakal" pikirku saat itu. "Pantes deh, de Iwan dari tadi mbak perhatiin ngaceng terus, Dik Iwan mau main-main sama Mbak ya? Wow, nafsuku langsung bergolak. Saya cuma terbengong-bengong. Belum sempat saya menjawab, mbak Ira sudah memulai aksinya. Dicumbuinya dadaku, diendus dan ditiup-tiupnya putingku. Terasa sejuk dan geli sekali, kemudian dijilatnya putingku, dan dihisap sambil memainkan putingku didalam mulutnya dengan lidah dan gigi-gigi kecilnya. "Ahh, geli Mbak"m rintihku keenakan. Kemudian dia menciumi leherku, telingaku, dan akhirnya mulutku. Awalnya saya cuma diam saja tidak bisa apa-apa, setelah beberapa saat saya mulai berani membalas ciumannya. Saat lidahnya memaksa masuk dan menggelitik langit-langit mulutku, terasa sangat geli dan enak, kubalas dengan memelintir lidahnya dengan lidahku. Kuhisap lidahnya dalam-dalam dan mengulum lidahnya yang basah itu. Sesekali saya mendorong lidahku kedalam mulutnya dan terhisap oleh mulutnya yang merah tipis itu. Tanganku mulai berani, mulai kuraba pinggulnya yang montok itu. Namun, saat saya mencoba menyingkap rok seragam susternya itu, dia melepaskan diri. "Jangan di sini Dik, ntar kalau ada yang tiba-tiba masuk bisa gawat", katanya. Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung menuntunku turun dari tempat tidur dan berjalan masuk ke kamar mandi yang terletak disudut kamar. Di dalam kamar mandi, dikuncinya pintu kamar mandi. Kemudian dia menghidupkan kran bak mandi sehingga suara deru air agak merisik dalam ruang kecil itu. Tangannya dengan tangkas menanggalkan semua pakaian dan celanaku sampai saya telangjang bulat. Kemudian dia sendiripun melepas topi susternya, digantungnya di balik pintu, dan melepas beberapa kancing seragamnya sehingga saya sekarang dapat melihat bentuk sempurna payudaranya yang kuning langsat dibalik Bra-nya yang berwarna hitam. Kami pun melanjutkan cumbuan kami, kali ini lebih panas dan bernafsu. Saya belum pernah berciuman dengan wanita, namun mbak Ira benar-benar pintar membimbingku. Sebentar saja sudah banyak jurus yang kepelajari darinya dalam berciuman. Kulumat bibirnya dengan bernafsu. Kontolku yang berdiri tegak kudekatkan kepahanya dan kugesek-gesekkan. Ahh enak sekali. Tanganku pun makin nekat meremas dan membuka Bra-nya. Kini dia sudah bertelanjang dada dihadapanku, kuciumi puting susunya, kuhisap dan memainkannya dengan lidah dan sesekali menggigitnya. "Yes, enak.. ouh geli Wan, ah.. kamu pinter banget sih", desahnya seolah geram sambil meremas rambutku dan membenamkannya ke dadanya. Kini tangannya mulai meraih kontolku, digenggamnya. Tersentak saya dibuatnya. Genggamannya begitu erat, namun terasa hangat dan nikmat. Saya pun melepas kulumanku di putingnya, kini kududuk diatas closet sambil membiarkan Mbak Ira memainkan kontolku dengan tangannya. Dia jongkok mengahadap selangkanganku, dikocoknya kontolku pelan-pelan dengan kedua tangannya. "Ahh, enak banget Mbak.. asik.. ahh... ahh..", desahku menahan agar tidak menyemburkan maniku cepat-cepat. Kuremas payudaranya saat dia terus mengocok kontolku, sekarang kulihat dia mulai menyelipkan tangan kirinya diselangkannya sendiri, digosok-gosoknya tangannya ke arah memeknya sendiri. Melihat aksinya itu saya benar-benar terangsang sekali. Kujulurkan kakiku dan ikut memainkan memeknya dengan jempol kakiku. Ternyata dia tidak mengelak, dia malah melepas celana dalamnya dan berjongkok tepat diatas posisi kakiku. Kami saling melayani, tangannya mengocok kontolku pelan sambil melumurinya dengan ludahnya sehingga makin licin dan basah, sementara saya sibuk menggelitik memeknya yang ditumbuhi bulu-bulu keriting itu dengan kakiku. Terasa basah dan sedikit becek, padahal saya cuma menggosok-gosok saja dengan jempol kaki. "Yes.. ah.. nakal banget kamu Wan.. em, em, eh.. enak banget", desahnya keras. Namun suara cipratan air bak begitu keras sehingga saya tidak khawatir didengar orang. Saya juga membalas desahannya dengan keras juga. "Mbak Ira, sedotin kontol saya dong.. please.. saya kepingin banget", pintaku karena memang sudah dari tadi saya mengharapkan sedotan mulutnya di kontolku seperti adegan film BF yang biasa kutonton. "Ih.. kamu nakal yah", jawabnya sambil tersenyum. Tapi ternyata dia tidak menolak, dia mulai menjilati kepala kontolku yang sudah licin oleh cairan pelumas dan air ludahnya itu. Saya cuma bisa menahan nafas, sesaat gerakan jempol kakiku terhenti menahan kenikmatan yang sama sekali belum pernah kurasakan sebelumnya. Dan tiba-tiba dia memasukkan kontolku ke dalam mulutnya yang terbuka lebar, kemudian dikatupnya mulutnya sehingga kini kontolku terjepit dalam mulutnya, disedotnya sedikit batang kontolku sehingga saya merasa sekujur tubuhku serasa mengejang, kemudian ditariknya kontolku keluar. "Ahh.. ahh..", saya mendesah keenakkan setiap kali tarikan tangannya dan mulutnya untuk mengeluarkan kontolku dari jepitan bibirnya yang manis itu. Kupegang kepalanya untuk menahan gerakan tarikan kepalanya agar jangan terlalu cepat. Namun, sedotan dan jilatannya sesekali disekeliling kepala kontolku didalam mulutnya benar-benar terasa geli dan nikmat sekali. Tidak sampai diulang 10 kali, tiba-tiba saya merasa getaran di sekujur batang kontolku. Kutahan kepalanya agar kontolku tetap berada dsidalam mulutnya. Seolah tahu bahwa saya akan segera "keluar", Mbak Ira menghisap semakin kencang, disedot dan terus disedotnya kontolku. Terasa agak perih, namun sangat enak sekali. "AHH.. AHH.. Ahh.. ahh", teriakku mendadak tersemprot cairan mani yang sangat kental dan banyak karena sudah lama tidak dikeluarkan itu kedalam mulut mbak Ira. Dia terus memnghisap dan menelan maniku seolah menikmati cairan yang kutembakkan itu, matanya merem-melek seolah ikut merasakan kenikmatan yang kurasakan. Kubiarkan beberapa saat kontolku dikulum dan dijilatnya sampai bersih, sampai kontolku melemas dan lunglai, baru dilepaskannya sedotannya. Sekarang dia duduk di dinding kamar mandi, masih mengenakan pakaian seragam dengan kancing dan Bra terbuka, ia duduk dan mengangkat roknya ke atas, sehingga kini memeknya yang sudah tidak ditutupi CD itu terlihat jelas olehku. Dia mebuka lebar pahanya, dan digosok-gosoknya memeknya dengan jari-jari mungilnya itu. Saya cuma terbelalak dan terus menikmati pemandangan langka dan indah ini. Sungguh belum pernah saya melihat seorang wanita melakukan masturbasi dihadapanku secara langsung, apalagi wanita itu secantik dan semanis mbak Ira. Sesaat kemudian kontolku sudah mulai berdiri lagi, kuremas dan kukocok sendiri kontolku sambil tetap duduk di atas toilet sambil memandang aktifitas "panas" yang dilakukan mbak Ira. Desahannya memenuhi ruang kamar mandi, diselingi deru air bak mandi sehingga desahan itu menggema dan terdengar begitu menggoda. Saat melihat saya mulai ngaceng lagi dan mulai mengocok kontol sendiri, Mbak Ira tampak semakin terangsang juga. Tampak tangannya mulai menyelip sedikit masuk kedalam memeknya, dan digosoknya semakin cepat dan cepat. Tangan satunya lagi memainkan puting susunya sendiri yang masih mengeras dan terlihat makin mancung itu. "Ihh, kok ngaceng lagi sih.. belum puas ya..", canda mbak Ira sambil mendekati diriku. Kembali digenggamnya kontolku dengan menggunakan tangan yang tadi baru saja dipakai untuk memainkan memeknya. Cairan memeknya di tangan itu membuat kontolku yang sedari tadi sudah mulai kering dari air ludah mbak Ira, kini kembali basah. Saya mencoba membungkukkan tubuhku untuk meraih memeknya dengan jari-jari tanganku, tapi Mbak Ira menepisnya. "Ngga usah, biar cukup mbak aja yang puasin kamu.. hehehe", agak kecewa saya mendengar tolakannya ini. Mungkin dia khawatir saya memasukkan jari tanganku sehingga merusak selaput darahnya pikirku, sehingga saya cuma diam saja dan kembali menikmati permainannya atas kontolku untuk kedua kalinya dalam kurun waktu 10 menit terakhir ini. Kali ini saya bertahan cukup lama, air bak pun sampai penuh sementara kami masih asyik "bermain" di dalam sana. Dihisap, disedot, dan sesekali dikocoknya kontolku dengan cepat, benar-benar semua itu membuat tubuhku terasa letih dan basah oleh peluh keringat. Mbak Ira pun tampak letih, keringat mengalir dari keningnya, sementara mulutnya terlihat sibuk menghisap kontolku sampai pipinya terlihat kempot. Untuk beberapa saat kami berkonsentrasi dengan aktifitas ini. Mbak Ira sunggu hebat pikirku, dia mengulum kontolku, namun dia juga sambil memainkan memeknya sendiri. Setelah beberapa saat, dia melepaskan hisapannya. Dia merintih, "Ah.. ahh.. ahh.. Mbak mau keluar Wan, Mbak mau keluar", teriaknya sambil mempercepat gosokan tangannya. "Sini mbak, saya mau menjilatnya", jawabku spontan, karena teringat adegan film BF dimana pernah kulihat prianya menjilat memek wanita yang sedang orgasme dengan bernafsu. Mbak Ira pun berdiri di hadapanku, dicondongkannya memeknya ke arah mulutku. "Nih.. cepet hisap Wan, hisap..", desahnya seolah memelas. Langsung kuhisap memeknya dengan kuat, tanganku terus mengocok kontolku. Aku benar-benar menikmati pengalaman indah ini. Beberapa saat kemudian kurasakan getaran hebat dari pinggul dan memeknya. Kepalaku dibenamkannya ke memeknya sampai hidungku tergencet diantara bulu-bulu jembutnya. Kuhisap dan kusedot sambil memainkan lidahku di seputar kelentitnya. "Ahh.. ahh..", desah mbak Ira disaat terakhir berbarengan dengan cairan hangat yang mengalir memenuhi hidung dan mulutku, hampir muntah saya dibuatnya saking banyaknya cairan yang keluar dan tercium bau amis itu. Kepalaku pusing sesaat, namun rangsangan benar-benar kurasakan bagaikan gejolak pil ekstasi saja, tak lama kemudian sayapun orgasme untuk kedua kalinya. Kali ini tidak sebanyak yang pertama cairan yang keluar, namun benar-benar seperti membawaku terbang ke langit ke tujuh. Kami berdua mendesah panjang, dan saling berpelukkan. Dia duduk diatas pangkuanku, cairan memeknya membasahi kontolku yang sudah lemas. Kami sempat berciuman beberapa saat dan meninggalkan beberapa pesan untuk saling merahasiakan kejadian ini dan membuat janji dilain waktu sebelum akhirnya kami keluar dari kamar mandi. Dan semuanya masih dalam keadaan aman-aman saja. Mbak Ira, adalah wanita pertama yang mengajariku permainan seks. Sejak itu saya sempat menjalin hubungan gelap dengan Mbak Ira selama hampir 2 tahun, selama SMA saya dan dia sering berjanji bertemu, entah di motel ataupun di tempat kostnya yang sepi. Keperjakaanku tidak hanya kuberikan kepadanya, tapi sebaliknya keperawanannya pun akhirnya kurenggut setelah beberapa kali kami melakukan sekedar esek-esek. Kini saya sudah kuliah di luar kota, sementara Mbak Ira masih kerja di Rumah sakit itu. Saya jarang menanyakan kabarnya, lagi pula hubunganku dengannya tidak lain hanya sekedar saling memuaskan kebutuhan seks. Konon, katanya dia sering merasa "horny" menjadi perawat. Begitu pula pengakuan teman-temannya sesama suster. Saya bahkan sempat beberapa kali bercinta dengan teman-teman Mbak Ira. Pengalaman masuk rumah sakit, benar-benar membawa pengalaman indah bagi hidupku, paling tidak masa mudaku benar-benar nikmat. Mbak Ira, benar-benar fantastis menurutku...

Blog Archive